Sabtu, 17 April 2010

Kunci Rumahku

Diposting oleh Frili di 07.37 0 komentar
Tok tok tok..

Pintu itu kuketuk dengan kuat, tapi tak ada jawaban dari dalam rumah. Pandanganku beralih ke pintu belakang rumahku. Hanya berbeda ukuran dengan pintu utama. Pintu yang ini lebih kecil, tapi terkunci juga seperti pintu utama itu. Apakah tak ada orang di dalamnya?
Pertanyaan itu semakin membuatku penasaran. Kuketuk pintu utama dan pintu belakang rumahku untuk yang kedua kalinya, tapi untuk kali ini tenaga yang kukeluarkan jauh lebih besar. Namun pekerjaanku sia-sia, tak ada jawaban. Tapi ada satu hal yang membuatku merasa lumayan senang, kucing belang yang biasa mampir ke rumahku menjawab ‘meong’. Apapun artinya bila diterjemahkan ke dalam bahasa manusia, kucing itu hanya dapat berkata ‘meong’.

“Kamu tahu kemana mami dan Anggi pergi, Alright?” tanyaku pada Alright, kucing belang itu. Aku dan adikku yang memberinya nama ‘Alright’.

“Meeeoooooong...” kali ini suara meongannya terdengar lebih panjang, entah apa artinya.
“Oooh,” singkat jawabku.

Kuambil handphone yang ada di dalam tas ransel hitamku. ‘Jam setengah tiga! Oh my God, gue belum makan siang!’ Teriakku dalam hati. Perutku sudah bernyanyi lagu keroncong sejak pukul 1 siang tadi. Andai saja perutku bisa bernyanyi lagu hip hop, akan kubiarkan mereka bernyanyi sampai malam. Oh, forget it! Aku belum makan siang. Kulihat sisa uang sakuku di dalam dompet, hanya tersisa Rp 2.500,00. ‘Parah banget!’ Akupun teringat bahwa setiap hari sabtu pukul 3 siang, adikku mempunyai kegiatan bimbingan belajar di Gerejaku. Sekilas aku berpikir bahwa aku harus pergi ke Gereja untuk meminta kunci rumahku padanya. Tapi, kulihat bensin motorku. Wow! Hampir kosong! Mau bagaimana lagi? Haruskah aku menunggu disini sendiri sampai pukul 5 sore? NO WAY! Akhirnya kuputuskan untuk menyusul adikku di Gereja.


*

Sesampainya di Gereja, kulihat pemandangan sekitar. Sepi. Dimana adikku? Aku masuk ke dalamnya lalu bertemu dengan seorang bapak yang sudah biasa kutemui di Gereja setiap minggunya.

“Pak, anak-anak kelas 6 yang mau bimbel pada kemana ya? Sudah datang belum?” tanyaku pada si Bapak itu.

“Sudah, tapi mereka sedang di luar. Tunggu saja,” jawabnya padaku, lalu melanjutkan menyapu gedung Gereja.

Aku menunggu di depan teras sendirian. Kemana sih?! Aku mendengus kesal. Tiba-tiba ada suara gitar yang sedang dimainkan oleh seorang anak. Dan kedengarannya, anak itu sedang bersama teman-temannya yang lain. Akupun mencari darimana suara itu berasal. Ketemu, yess! Dengan cepat aku menghampiri adikku, Anggi.

“Mana kunci rumah? Gue belum makan siang tau! Gue bela-belain kesini buat ngambil kunci rumah, padahal bensin motor udah mau habis,” kataku sambil marah-marah.

“Dih, kunci rumah bukan di Anggi. Ada di mami,” jawabnya dengan santai lalu tertawa.

HAHAHA... Aku sudah berusaha datang ke Gereja, berharap mendapatkan kunci rumahku, lalu pulang ke rumah dan masuk ke dalamnya. Ingin marah. Tapi sudah tak ada tenaga yang tersisa. Ingin menangis. Untuk apa?

“Mami kemana? Ke Karawang ada urusan, kan?” tanyaku masih penasaran.

“Udah pulang kaliiii, hahahaha,” sepertinya Anggi tertawa puas dan secara tidak sengaja ia sedang mengejekku.

“Terus? Mami kemana dong?”

“Beli ikan di pasar buat besok arisan!”

Aaagggghhhh! Perutku makin keroncongan, kucoba untuk tetap bersabar. Dan kurelakan untuk menunggu adikku di Gereja hingga ia selesai bimbel. Tapi sampai pukul 15.30 sang guru belum juga tampak batang hidungnya. Padahal bimbel dimulai tepat pukul 15.00.

“Pulang yuk, Nggi..” rayuku pada Anggi agar ia mau pulang bersamaku.

“Nggak mau aah! Tunggu dulu,” rupanya ia menolak tawaranku untuk pulang.

Sepuluh menit kemudian, teman-teman Anggi mulai merasa bosan. Mereka ingin pulang. Ya sudah, akhirnya kami semua pulang, tanpa hasil. Hahaha!

 

*

“Mami udah pulang tuh, pintu depan dibuka,” kataku pada Anggi ketika sampai di depan rumah.

Kamipun masuk ke dalam rumah. Mamiku bingung, mengapa Anggi sudah pulang? Bersamaku pula? Kami pun menjelaskan semuanya. Dan aku bertanya kapan mami tiba di rumah? Ia berkata, pukul 14.50. Waaaaaa! Harusnya gue nggak usah ke Gereja segala! Tetapi, apapun jawaban mamiku, yang penting saat ini aku sudah masuk ke dalam rumahku istanaku, hahaha. Dan dengan segera aku menuju dapur. Apa yang akan kulakukan? Jawab saja sendiri.



THE END

Minggu, 21 Maret 2010

A Special Day! Really?

Diposting oleh Frili di 00.27 0 komentar
     “Mi, kuncirin dong,” pinta Frili kepada maminya dengan nada manja pada pukul 05.20.
     “Dikuncir kayak gimana?” tanya sang mami karena bingung dengan rambut Frili yang dapat dikatakan masih pendek.
     “Dibagi dua, terus yang bawah dulu yang dikuncir, terus yang di atas kuncir lagi, terus digabung deh,” jelas Frili sambil mempraktekkan gayanya menguncir rambut seorang diri.
      Sang mami pun mulai menguncir rambut Frili.
     “Ih yang kenceng dong! Ini longgar banget, udah gitu miring ke kiri,” kata Frili kesal.
     “Ini udah bener,” kata mami sambil mencoba meluruskan kepala Frili.
     “Ini kepala kakak, yang tau lurusnya kemana ya kakak lah,” protes Frili karena usaha sang mami untuk meluruskan arah kepalanya gagal.
     “Udah nih,” jawab mami singkat.
     “Rapi nggak?” tanya Frili dengan singkat pula.
     “Iya.”
    Frili pun memperhatikan dirinya di depan cermin, lebih tepatnya memperhatikan hiasan yang ada di rambutnya.
     “Ah, nggak rapi!” sentaknya kecewa.
     Karena Frili merasa kalau ia menguncir rambutnya sendiri akan terlihat lebih baik daripada yang maminya lakukan, maka ia membongkar kunciran itu dan menyusunnya kembali seperti yang maminya lakukan. Hanya saja, hasil kunciran yang Frili buat lumayan lebih rapi dibanding yang maminya buat untukknya.
     “Kan, bagusan kakak yang nguncir, huuuuu!” katanya bahagia sambil membanggakan diri.
Frili berjalan ke dapur untuk memperlihatkan hasil usahanya menguncir rambut seorang diri kepada sang mami.
     “Liat nih, bagusan kakak yang nguncir sendiri. Ya kan? Huuuuu,” Frili pun memperlihatkan rambutnya.
     “Wah, dirombak semua!” kata sang mami kecewa.
     “Apaan? Sama aja deh,” tanya Frili penasaran.
    “Tadi kan kunciran yang diatas warna ungu, yang di bawah warna pink. Sekarang ditukar,” jelas mami sambil tertawa kecil.
     GUBRAK!!
     “Yah, sama aja kali! Nggak ngaruh ini,” jawab Frili.
     “Buang-buang waktu aja dong tadi mami 10 menit buat nguncirin rambut kamu?” tanya mami kecewa. Sebenarnya mami tidak memerlukan jawaban untuk pertanyaan yang satu ini. Karena apapun jawaban Frili, waktu 10 menit itu memang sudah berlalu.
     “Haha, biarin,” jawab Frili santai.

**

     “Ih dikuncir,” sapa Eky pada Frili saat Frili memasuki kelas.
     “Biarin weee,” ledek Frili.
     “Fril, kapan-kapan jalan-jalan lagi yuk! Biasa,” ajak Iie kepada Frili.
     “Ayo-ayo! Eky, lo ikut yaa,” jawab Frili dengan nada ceria, lalu mengajak Eky untuk ikut serta dalam program belanja Frili dan Iie.
     “Ah, dia mah pasti nggak mau,” potong Iie, karena ia tahu kalau Eky hanya akan berdiam diri saja saat mereka berdua asik memilih-milih barang.
     “Tau ah! Lo berdua kemaren juga cuma beli gelang aja lamanya minta ampun!” kata Eky kesal.
     “Ya iya lah,” jawab Frili dan Iie secara bersamaan.

**

     “Ih hari ini belajar? Gue nggak bawa buku!” teriak salah seorang dari teman sekelas Frili.
     “Iya, tadi gue ketemu si Bapak, katanya mau tes silat.”
    “Waaaa!!! Gue belum hapal,” teriak hampir seluruh teman sekelas Frili, sehingga terdengar suara yang bergema.

**

      “Ayo siapa lagi yang mau dites?” tanya guru olahraga Frili kepada murid-muridnya.
      “Kita bertiga yuk, ie, ky!” ajak Frili kepada Iie dan Eky.
     “Ih, belum hapal,” rengeknya karena belum sanggup menerima dirinya untuk dites silat jurus 1 sampai dengan 7.
      “Ayolah, sehapalnya aja,” kata Iie menandakan bahwa ia setuju dengan Frili.

**

     “Dua.. dua.. dua..” hitung sang guru.
     “Koq hitungan dua malah jadi patung?” tanyanya heran karena mereka bertiga tak bergerak sedikitpun. Yang bergerak hanyalah mata mereka yang saling lirik kiri kanan seperti penari Bali untuk mengintip gerakan satu sama lain. Tetapi tak satupun dari mereka yang tahu gerakan apa yang harus dilakukan pada jurus 6 hitungan 2.
     “Aduh, apa ya?” tanta mereka dalam hati, bahkan hampir terdengar suara hati mereka itu oleh sang guru.
    “Udah, punya hutang 2 jurus lagi ya,” kata sang guru karena bosan melihat patung yang belum selesai dipahat itu.
     “Iya, makasih ya, Pak!”

**

      Teringat akan buku-bukunya yang masih berada di dalam locker pribadi, Frili pun segera mengabil kunci lockernya dan segera membuka lockernya lalu mengeluarkan semua buku paket yang berstatus ‘pinjaman sekolah’. Frili membawanya lalu meletakkannya di meja guru, karena lemari kelas berada tepat di belakang meja guru.
      “Nih, Fril, sekalian!” kata teman Frili sambil meletakkan bukunya di meja guru.
      “Iya.”
      “Cie, si Mami mau baca buku,” goda Mutia saat Frili hendak memasukkan bukunya ke lemari kelas. Entah apa yang membuat Frili dipanggil dengan sebutan ‘Mami” di kelasnya.
     “Enggak! Ini mah aku cuma mau masukin buku aja yey, hahaha...” jawab Frili membela diri sekaligus mengejek dirinya sendiri.
     “Sini lah aku bantuin,” Mutia pun membantu Frili membereskan bukunya.
     Saat Frili sedang menyelipkan bukunya di antara buku-buku yang berdempet rapat di lemari,
     BRUUUKKK!!!
    Tumpukan buku dari atas terjatuh sehingga menimpa tangan Frili, jari manis, serta kelingkingnya. AAAWWW!!! Sakit sekali pastinya. Di antara buku-buku yang ada di rak teratas, terdapat banyak buku Geografi yang lumayan tebal untuk dibaca. Frili hanya terdiam dalam kebingungannya. Atau mungkin ia kaget, saat bagian tubuhnya tertimpa buku-buku dan besi lemari?
     Semua murid yang sedang merapikan kelas seakan-akan tertarik oleh sebuah magnet yang sangat kuat karena mendengar suara besi lemari terjatuh.
     “Tuh kan, udah dibilangin nggak kuat!” kata teman-teman Frili.
     “Salahin bapak! Salahin bapak! Salahin bapak!” demo teman-teman Frili karena merasa benar bahwa lemari kelas tersebut tidak mampu untuk menahan buku paket yang banyak dan tebal itu.
Frili yang sadar bahwa tangan, jari manis, serta kelingkingnya mulai terasa sakit akibat tertimpa benda-benda tersebut. Ia mulai menangis. Gaya tangisannya seperti anak kecil yang kesakitan. Lalu teman-temannya segera berusaha menenankan Frili agar tidak menangis lagi. Tetapi apa daya? Sakitnya itu tidak terasa seperti sakit yang tertimpa benda biasa. Frili terus saja menangis. Sampai Dini, temannya, berusaha mengurut Frili, katanya ia sudah terbiasa mengurut mamanya.
     “Sakit banget? Dimananya?” tanya Dini sambil mengurut Frili.
     “Iya, disini,” jawab Frili sambil menunjuk ke arah tubuh yang terasa sakit.
     “Ih, sakit banget tuh pasti!” kata teman-temannya yang melihat kejadian itu.
     “Masih sakit?” tanya Dini sambil terus mengurut tangan Frili.
     “Masih,” jawab Frili sambil terus menangis. Tapi saat ini tangisannya sudah mulai mereda.
     “Ke UKS aja, Fril!” suruh beberapa teman Frili.
     “Nggak mau,” tolak Frili.
     Tetapi akhirnya Iie berhasil mengajak Frili untuk pergi ke UKS untuk mengambil minyak kayu putih. Tapi sangat disayangkan karena barang yang dibutuhkan sedang tidak ada. Terpaksa mereka kembali ke kelas dengan tangan kosong.

**

     “Huuu, centil!” sorak teman Frili yang memperhatikan Frili sedang bercermin menyisir rambutnya.
     “Iya dong! Kan udah sembuh, ahhaha...” jawab Frili ceria.
     “Ayo cepetan pulang! Nyisir mulu!” ajak Eky sambil menarik tangan Frili yang masih terasa sedikit sakit itu.
     “Ih, sakit tau,” kata Frili sambil menarik kembali tangannya.

**

     “Jadi ke Purwakarta?” tanya Frili.
     “Kang Taufiknya aja udah pulang,” kata Angga dengan perasaan penuh kecewa.
     “Mau ke rumah Entri aja?”
     “Entri kan nggak sakit lagi?”
     “Ya nggak apa-apa, main aja,”
     Itulah percakapan mereka selama kurang lebih satu jam. Hanya seorang teman lagi yang sedang mereka tunggu. Fadhilah. Ia sedang berada di toko buku. Mereka semua sudah merasa lelah untuk menunggu kedatangan Fadhilah lebih lama lagi. Setelah lebih dari 1 jam, batang hidungnya pun nampak juga. Sambil melambaikan tangannya layaknya aktris sedang kehujanan fans. Tapi sangat menyedihkan, karena tak satupun dari mereka yang menunggu membalas lambaian tangan Fadhilah. Mungkin karena mereka sudah amat sangat kesal?

**

     Mereka akan pergi ke Purwakarta. Nama grup mereka adalah ‘Student in the Train’. Dan untuk pertama kalinya di semester 2 mereka bepergian menggunakan jasa kereta api. WOW!!

**

     Sesampainya mereka di tempat tujuan, banyak sekali kejadian yang sangat lucu sehingga memberi efek samping yang sangat buruk. Contohnya tertawa terbahak-bahak menyebabkan perut sakit dan lemas, lalu ia jatuh bersujud. Oh, memalukan! But, it’s fun!

**

     “Kapan jalan-jalannya nih? Kan mau foto-foto!” rengek Frili yang sudah tidak sabar untuk berpose di layar kamera.
      “Iya ih,” ucap Eky setuju.
     “Iya, iya!” jawab mereka yang masih berada di dalam rumah saat Frili dan Eky sudah berada di luar jangkauan mata mereka dalam jarak 1 meter.
     “Ayo foto dulu,” ajak Frili kepada teman-temannya.
     “Nanti aja, kalo udah nyampe!” jelas temannya pada Frili.

**

     Di sepanjang perjalanan, murid SMA yang paling rewel adalah Frili. ‘Dimana sih tempatnya?’ ‘Kita mau kemana?’ ‘Kapan nyampenya?’ ‘Ih jauh banget sih!’. Dan masih banyak ocehan-ocehan dan protes-protes Frili dalam perjalanan menuju Situ Buleud.
     Tetapi, sesampainya di tempat tujuan, tetap Frili yang memenangkan kontes ‘Siapa yang terbawel?’. Ia terus berteriak sana sini untuk meminta temannya mengambil gambar dirinya.
     Mereka sangat menikmati keadaan disana.

**

     Ketika cuaca sudah tidak mendukung mereka untuk tetap bersenang-senang disana, mereka memutuskan untuk pulang ke rumah Kang Taufik. Tetapi tetap saja mereka tidak mau menyia-nyiakan momen indah ini untuk bernarsis-ria.

**

     Mereka sudah ‘mati gaya’ tetapi tetap saja menjadikan gaya yang mati itu sebagai objek foto mereka. Mereka pun masuk ke dalam rumah untuk menyantap hidangan yang telah disediakan oleh tuan rumah, yaitu mie instant.
     Setelah selesai makan. Mereka melihat-lihat hasil dari gaya-gaya mereka yang ditangkap oleh kamera digital. Ketika mereka melihat gambar yang lucu, mereka akan tertawa terbahak-bahak. Dan begitu seterusnya berdasarkan apa yang terlihat pada gambar.
     Hari sudah semakin sore, mereka memutuskan untuk pulang ke Cikampek. Mereka berpamitan kepada ibunya Kang Taufik lalu pulang.

**

     Sesampainya di rumah, ia menceritakan segala sesuatu yang terjadi kepada sang mami. Tak lupa untuk memperlihatkan foto-foto yang menakjubkan saat berada di Situ Buleud. Lalu menjelaskan arti dari pose-pose yang mereka buat.

**

     Sesuatu yang telah menjadi hobi Frili akan dilakukannya sambil meng-upload foto. Ia berusaha untuk menyelesaikannya dalam 1 jam. Tapi, tidak akan mungkin apabila ada banyak iklan yang harus ia bintangi saat itu, seperti makan, memasukkan motor ke dalam rumah, dan sebagainya.
     Tetapi karena keinginan kuatnya untuk menyelesaikan tugas dari salah satu hobinya malam ini, ia berhasil membuat sebuat cerpen yang berjudul ‘A Special Day! Really?’ dalam waktu 1 jam 30 menit (murni tanpa gangguan).

Kamis, 11 Februari 2010

Faiz, teman kami yang sedang sakit

Diposting oleh Frili di 05.31 0 komentar


                Sepulang sekolah, kami para anggota Student In The Train memutuskan untuk menjenguk salah satu dari teman kami, Faiz. Faiz sedang sakit, dan ini merupakan kesempatan emas kami untuk mengetahui dimanakah rumahnya.
                Kami adalah Student In The Train. Sudah pasti kami akan ke rumah Faiz menggunakan kereta. Tapi kami sampai di stasiun terlalu pagi, terpaksa kami menggunakan angkot.
                Akhirnya kami tiba di depan suatu perumahan dimana tempat Faiz tinggal. Sudah kuduga, letak rumahnya sangat teramat jauh bagiku! Aku bisa dibilang ‘orang yang paling bawel kalau diajak jalan-jalan jauh’. Tapi kami harus ceria, begitupun denganku. Untung saja, kami selalu membawa kamera.
                Kami pun tiba tepat di rumah Faiz. Tapi tak seorangpun dari kami ber-6 yang memanggil ‘Faiz’. Tapi yang memanggil Faiz adalah tetangganya, bisa dibilang tetangganya sih, karena kami tidak tahu tepat siapakah ia.
                Adiknya Faiz, Alma, menyuruh kami masuk. Tapi kami hanya berkata ‘iya’. Lalu Faiz pun keluar dan berkata sesuatu yang sama seperti adiknya, Alma. Kami pun masuk. Ternyata rumahnya sedang dalam keadaan ‘kapal pecah’. Mungkin Faiz malu, sehingga ia segera merapikan rumahnya agar terlihat rapi. Kami yang merasa menjadi tamu merasa tidak enak hati, karena kami membiarkan teman kami yang sedang sakit merapikan rumah sendirian. Kami telah menyuruhnya untuk berhenti, tapi tetap saja ia meneruskan pekerjaannya itu. Beberapa dari kami segera membeli Es Doger karena haus, seingat aku ada 4 orang. Es Doger pun siap disantap. Lalu kami bertanya kepada sang penjual, berapakah harganya. Sang penjual berkata Rp 4.000,00 dengan wajah tidak meyakinkan. Kami pun bingung. Sebenarnya berapakah harga Es Doger tersebut? Rp 4.000,00 untuk harga keseluruhan atau pergelas? Aku pun bertanya kepada Alma, adiknya Faiz. Ia berkata bahwa pergelasnyaRp 1.000,00. Kami pun segera mengelus dada, pertanda aman. Tak lama kemudian Ibunya Faiz pulang dari sekolah tempat ia mengajar. Ia menyuruh kami untuk memesan bakso yang ada di depan rumah. Karena sudah dipesan, ya sudah, dimakan saja, harus dimakan! Setelah kenyang, kami menuju ke sesi pemotretan mendadak. Aku merasa tidak ada yang seru. Karena tidak ada suara yang muncul seperti suara yang terdengar dari laptopku. Kami akhirnya memutuskan untuk pulang.
                Tapi sayangnya, aku dan Fadhilah, temanku, sudah lupa arah pulang. Dan menurut ayah dan ibunya Faiz, lebih baik kami pulang melewati jalan belakang, karena lebih dekat, katanya. Aku dan Fadhilah dibuat tambah pusing oleh mereka. Akhirnya Faiz mengantar kami pulang dengan mengendarai motor.
                Aku ragu kalau Faiz yang mengendarai motor, karena kondisinya bisa dikatakan belum fit. Tapi biarlah, aku hanya ingin cepat sampai di rumah. Di perjalanan pulang, kami hampir saja jatuh ke saluran air kotor, menabrak anak kecil yang sedang bermain, menabrak soang (angsa), menabrak kambing, dan sebagainya yang akan membuatku yang hampir memiliki penyakit jantung ini meninggal di motor.
                Tapi ada setengah dari kemungkinan besar keberuntungan sedang di pihak kami. Kami sampai di depan rumah Fadhilah dengan selamat tanpa ada satu anggota tubuh yang tertinggal. Tapi, satu hal yang membuatku tertawa hingga saat ini adalah saat Fadhilah turun dari motor, dan Faiz tidak kuat untuk menahan motornya! Faiz pun hampir terjatuh! Tentu saja aku juga akan terjatuh! Tapi lagi-lagi kami memang beruntung! Teman kami ini memang sedang dalam tahap pemulihan dari sakit, tapi dia masih dapat menahan motor yang bisa dikatakan memiliki berat lebih berat dari berat badanku. Sungguh sedih kalau saja Faiz terjatuh dari motornya. Kalau aku? Aku bisa berjalan saja menuju rumah. Tapi Faiz? Siapa yang mau mengantar? Apakah ada?

eiittss! Hubungan Tanpa Status?

Diposting oleh Frili di 05.29 0 komentar


“Ih sist, ngapain sih HTSan? Langsung aja ngebut!”, kata seorang temanku lewat SMS.
“Lo kira motor ngebut? Apa-apa juga kalau ngebut pasti bakal bahaya. So, ngapain gue ngebut?”, kataku tenang.
“Ah bodo amat! Pokoknya PJ (Pajak Jadian) harus ada!”, katanya mengancam.
“Eiitss! Cuma HTS sist, belum jadian! Apa-apaan tuh PJ?”, kataku membela diri.
***
Hari ini aku sampai di sekolah 25 menit lebih cepat dari 4 hari sebelumnya. Aku sampai sekolah tepat pukul 06.45, dan 4 hari sebelumnya secara berturut-turut aku selalu terlambat, sampai di sekolah pukul 07.10! Wow! Dahsyat! Dan di hari keempat itu, semua anak murid yang terlambat harus dicatat. Untungnya aku baru 1 kali ini dicatat, aman sekali pikirku. Tapi aku kasihan dengan temanku si A, dia sudah 3 kali dicatat karena terlambat. Parah banget! Dan kata guru-guru, orangtua si A akan dipanggil ke sekolah.
Aku masuk ke kelasku dengan senyum yang menyinari wajahku, persis orang sedang kasmaran! Hahahaha... Aku ingin sekali membuat teman-temanku penasaran!
“Hey, kenapa sih senyum-senyum sendiri?”, tanya teman baikku si B.
“Nggak ada apa-apa kok,”, jawabku sambil terus senyum-senyum.
“Ada yang beda loh!”, duga si B.
“Iya deh,”, aku pun menceritakan semua rahasiaku kepada si B.
“Ya ampun! Anak mana sih? Kamu pernah cerita ga?”, tanya si B makin penasaran.
“Cikampek, aku ga pernah cerita kok. Jadi nggak ada yang tahu deh,”, kataku senang.
***
“Guys, sudah pada lihat relationship status gue yang baru belum?”, tanyaku membuat mereka penasaran.
“Siapa sih? Dibikin di profil nggak? Gue add yaa!” kata si C.
“Add aja,” jawabku singkat dan santai.
“Kapan jadian?”, tanya si C.
“HTS! Bukan pacaran!”, bantahku cepat.
“Iya lah. Kapan?”, tanyanya lagi.
“Kemarin,” aku senyum lagi.
“Kok senang sih HTS?”, tanyanya penasaran.
“Emangnya kenapa? Anything wrong?”, tanyaku berpura-pura tidak mengerti.
“Enakan juga langsung pacaran aja,”, jawabnya.
“Mending HTSan. Jadi misterius gitu! Hahaha...”, tawaku bahagia.
***
Sepulang sekolah, teman-teman satu grupku seperti yang menggoda-goda aku yang kasmaran. WHAT? Kasmaran? Aku Cuma berpura-pura saja. Agar mereka berhenti berkata bahwa aku dan temanku itu saling suka. Padahal aku nggak suka! Dan ternyata memang berhasil. Aku amat sangat bahagia!
***
Sesampainya di rumah, OH NO! Aku baru ingat, kalau papiku sedang tidak kerja hari ini, ia ada di rumah, dan itu artinya aku tidak boleh online Facebook ataupun bermain game! Oh tidak! Aku pun pasrah. Online pakai handphone juga bisa kok! Tapi ternyata, pulsaku sedang tidak mendukung! Sebel! Tidur saja lebih baik.
***
Aku pun bangun pukul 17.50, cepat-cepat mandi dan membeli pulsa SMS dan pulsa Internet. Pikirku, pulsa sudah tersedia, bisa buka Facebook dong? Hahaha... Tapi ternyata tidak bisa! Sebel setengah mati deh! Kan kalau mau pakai pulsa internet kan harus punya pulsa telepon dulu! Ini saja Cuma punya Rp. 24,00! Parah! Aku ingat temanku menjual pulsa, aku beli saja ke dia. Tapi katanya sedang kosong. Tapi ada satu hal yang membuatku lebih lega, pasangan HTSku itu mengajak SMSan saja! Bagus deh, jadi nggak bosen. Sambil menunggu balasan SMS darinya lebih baik aku menciptakan sebuah karya tulis saja! Itulah hobiku! Kalau sedang tidak ada halangan dan memiliki banyak waktu luang serta memiliki mood yang bagus, aku akan menciptakan sebuah karya tulis!
Akhirnya pulsa teleponnya terisi juga! Tapi, aku sedang asyik menulis cerpen. Jadi, telah ku putuskan untuk tidak online pakai handphone dulu malam ini. Tapi sepertinya aku harus online deh! Aku kan mau memasukkan cerpenku ini ke blog! Dan juga ke Facebook untuk dijadikan note! Dan sepertinya peluangku besar! ASYIK! Akhirnya tercapai juga. Thanks God!**

. . .

Diposting oleh Frili di 05.28 0 komentar

Mungkin Benar kata orang hidup ini penuh misteri atau nama kerennya Rahasia Ilahi. Entah apa yang Maha Kuasa inginkan hari ini pada kita anak SBI yang tidak bisa menikmati kesenangannya di waktu Weekend dengan pulang naik kereta.


Setelah Agus gelisah kemarin bak kesedihannya takkan pernah hilang sampai Ia harus balas dendam hari ini.
Pukul 13.00 siang tadi Handphonenya dihidupkan dan Ia pun menelpon seorang teman satu profesinya, yaitu Walid.


"Halllo, adakah nampak kurcaci kecilku." Tanya Agus di awal pembicaraan telepon.
"Aku belum melihatnya. Apa pesanmu untuk mereka?" Tanya Walid.
"Pastikan dagangan karcisku dibeli mereka sebelum mereka naik kereta." Jawab Agus.
"Siap!" Tegas Walid.


Saat bunyi kereta menyeru Kami pun bersiap-siap lari ke peron untuk segera naik kereta perasaan kami, pikiran kami, dan langkah kami terlalu ringan untuk naik kereta kami pun merasa senang ibarat Kucing yang dilempari ribuan ikan.


Tapi kami salah Misteri Ilahi itu datang dan bahkan kami sebut ini Karma yang berlanjut, Sseorang tokoh yang baru kita lihat, security stasiun yang sepertinya ingin menghampirii kita dan Dia bukan Agus tokoh baru yang belum kamu ketahui sifatnya.


Saat dia menghampiri kita Ia bertanya
"mau pulang kemana dik ?"
tapi salah satu dari kami berkata,
"cikampek"
satpam itu bertanya lagi,
"sudah beli karcis ?"
tapi salah satu anak yang bukan dari kami menjawab "SUDAH"
satpam itu pun curiga , , kembalilah ia bertanya,
"mana ? coba lihat !"
kami pun kebingungan tak bisa bicara . . kami bagai patung yang dilanda angin puting beliung !
sepertinya pak Walid sangat bahagia . .
karena ia akan mendapatkan uang bayaran yang sudah pak Agus janjikan kepadanya .
dengan perasaan berbunga-bunga ia berpura-pura marah kepada kami,
jangan naik dulu ! naik kereta yang berikutnya saja !


PRAAANGGG !!!


hancur hati kami !
dengan begitu mudah ia menyuruh kami untuk naik kereta yang berikutnya !
detik demi detik . . menit demi menit . . jam tidak sampai berjam-jam *hahahaa* kami menunggu kereta dengan penuh harap !
tapi ? tapi apa ?
apa dia tidak memiliki perasaan ?
bukan manusiakah dia ?!


KAMI MALU !!
semua mata tertuju pada kami !
dengan perasaan sedih bercampur marah kami pergi dari stasiun karawang !
telah kami putuskan untuk lebih memilih naik angkutan perkotaan . .


TAPI , , Tuhan memang baik !
di angkot , kami tidak dibiarkanNya untuk bersedih . . kami tertawa dengan sangat puas di angkot !
melepaskan semua kemarahan kami . .






THE END

Dear eLectronic note . . Wednesday , November 4th 2009

Diposting oleh Frili di 05.24 0 komentar
Hari ini aku dan kawan* ketinggalan kereta ! Bete bgt deh . .


Tau dari mana ?


Cerita.a gini . . .


Pas itu tu yaa , c Angga , Tanto , Faiz , Kopong , n Dito udh dpet tmpat duduk , tp duduk.a d dket loket tmpat pnjuaLan karcis . .


Nah , , aku tuh bingung mau ngikutin cpa ?


Cz c Dillah n Gany jlan k arah yg brlainan dr mereka . .


Eh ternyata mereka b.2 mau jajan ! ! yaudah aku n Eqi ikutin aja . .


Pas itu c ibu* penjual itu Lg ngmong sesuatu m c Gany n Dillah . .


Trus , trus . . . ? ?


C Gany blang k aku klo kta c ibu* itu kereta yg k cikampek udh lewat ! ! barusan ! !


OMG ! enek bgt deh gue !


Kta.a ch ada lg jm 5 ! !


Udh lah . .


Drpda jlan k dpan Lg . . mles sangat !


Berjam-jam kami menunggu datang.a kereta !


Akhir.a jm 5 jga . .


Trnyata itu krta jawa . .


Enak ch jlan.a cpet . .


Tp kami ga dpet tmpat duduk !


Yg aku liat yg duduk itu cma c Dillah n Tanto aja . .


Yg lain.a ?


Berdiri ! ! Udh mirip pedagang yg mau jualan *kecuaLi saya* ahahhaha !!!

*drama nyata*

Diposting oleh Frili di 05.24 0 komentar
Petugas KA : “Pada mau pulang kemana neng ?”


Kami : (diam tanpa kata) “…”


Frili : “Cikampek.” (agak berbisik)


Petugas KA : “Beli karcis dulu ya! Udah dibuka tuh karcis buat ke Cikampek!” (menyuruh)


Kami : (enggan tak enggan untuk membeli)


Angga : (berjalan menuju loket penjualan karcis) “Beli aja lah yuk..”


Kami selain Angga : (saling toleh menoleh) “Mau pada beli nggak?”


Faiz & Tanto : (mulai berjalan mengikuti Angga)


Gany : (bimbang)


Dillah & Entri : (ingin membeli tapi sayang uang)


Frili : (merasa bebannya semakin berat karena membawa 2 tas)


Eqi : “Udah ih jangan beli! Biasanya juga nggak usah beli.”


Petugas KA : (teriak dari kejauhan) “Pelajar masak nggak mau beli karcis??”


Tanto : “Beli karcis emang berapaan sih?”


Frili : “Dua setengah.”


Tanto : “Ya udah lah.. daripada naik angkot 3000!”


Angga : (datang kembali dengan wajah ceria sambil memegang karcis)


Tanto : “Berapa?”


Angga : “Cuma 1500.”


Kami : “Ngga nitip dong.. Nih duitnya!” (menyuruh Angga, karena malu melewati petugas KA itu)


Angga : “Nggak mau ah! Beli sendiri aja!”


Entri & Dillah : (berjalan menuju loket)


Frili : “Entri aku nitip dong!!”


Entri : “Nggak mau ah! Beli sendiri..”


Eqi : (pasrah) “Nih pake uang aku aja 500nya.” (ke Frili)


Frili : “Berarti aku ngutang ke kamu gope ya?”


Eqi : “Nggak usah ah.. Cuma gope!”


Petugas KA : (sambil memperhatikan bet lokasi sekolah kami) “SMA 1 Karawang naik kereta nggak mau beli karcis!”


Frili : “So what!!” (dalam hati sambil bermuka jengkel)


(ketika membeli karcis)


Faiz & Tanto : “Ayo cepetan itu keretanya mau dateng!”


(ketika kami ingin kembali ke tempat kami duduk-duduk)


Petugas KA : “Nah gitu dong.. Kalau mau naik kereta beli karcis dulu..”


Kami : (terus berjalan tanpa mempedulikan Petugas KA SIALAN itu)





Kami : “Rese banget sih itu orang!”


Faiz : “Nanti sampe rumah langsung ke dukun aja.. Tadi namanya siapa tuh?? Agus yaa?”


Kami : “Hahahahahaa..”


Frili : “Hei kawan! Lain kali kalo mau naik kereta, kita nunggu di sana aja tuh.. Entar kalo keretanya dateng langsung naik okehh?!!”


Kami : “Oke aja deh!!”
































*sebenarnya kata*a masih amat sangat banyak .. tapi tidak dapat diungkapkan melalui drama ini . .*


made by : DesfriLia Ondo Debora T

Cerpen *Maaf dan Sayang*

Diposting oleh Frili di 05.22 0 komentar
Teng.. Teng.. Teng!!
Bel pulang sekolah berbunyi menandakan murid-murid sudah diperbolehkan pulang.
“Selesai sudah!! Ha.. ha..” seru Molly.
Setelah itu Molly memutuskan untuk menghubungi mamanya apakah ia akan pulang malam lagi.
“Hallo.. Mama nanti pulang jam berapa? … Oh, malam lagi? … enggg …”
Tut.. Tut.. Tut..
Sambungan pun terputus. Orangtua Molly memang selalu sibuk. Mereka bahkan tidak memiliki waktu untuk putri tercintanya. Mereka hanya peduli dengan bisnis.
“Mending aku ke Bella aja ah..”
Hari ini, telah genap umur persahabatan Molly dan Bella yang ke-4.
“Janji ya! Kita akan tetap saling terbuka satu sama lain. Nggak boleh ada rahasia-rahasiaan antara kita!” kata Bella kepada Molly.
Lalu Molly membalas perkataan Bella dengan berteriak, “Betul! Karena kita adalah …”,
“… pasangan sahabat yang paling hebat dan sangat setia sepanjang masa!!!” teriak mereka berdua dengan kompak. Lalu mereka tertawa bersama.
Bella dan Molly adalah sepasang sahabat yang sangat erat persahabatannya. Entah apa yang membuat mereka bisa seerat ini. Bella sudah menganggap Molly sebagai adikya, begitupun Molly, ia telah menganggap Bella sebagai kakaknya, walaupun sebenarnya mereka bukan saudara kandung.
Waktu itu mereka baru saja berjanji bahwa mereka akan selalu bersama. Tapi tiba-tiba salah satu dari teman mereka memanggil Molly.
“Molly…!”
“Ada apa kawan?” balas Molly ramah.
“Kamu dipanggil sama Kevin. Katanya penting.” jelas temannya itu.
Molly hanya tersenyum dan berkata, “Oke! Nanti aku ke sana. Thanks yah!!”. Lalu Molly berjalan menuju Bella dan menyuruh Bella untuk pulang lebih dulu, karena ia pasti akan diantar pulang oleh Kevin, pacarnya.
Lalu Molly menghampiri Kevin dan ia melihat sesuatu yang Nampak beda dari Kevin.
“Kevin…” sapanya pelan. Kevin pun menyadari kalau Molly sudah ada di dekatnya, lalu ia membalikkan badannya.
“Iya, Ly.” jawabnya singkat. Molly bingung. Ia hanya menunggu sampai Kevin yang mulai bicara. Tiba-tiba terdengar suara Kevin, “Kamu ada acara nggak sekarang?”.
“Enggak. Kenapa, Vin?”. Sebenarnya Molly sudah tahu apabila Kevin bertanya padanya apakah ada acara, pasti Kevin ingin membawanya pergi jalan-jalan. Tapi untuk saat ini Molly berkata ‘tidak’. Karena ia melihat ada yang aneh dari Kevin.
“Mmm… Aku mau ngajak kamu makan siang. Mau kan? Sekalian aku mau ngomong sesuatu yang penting sama kamu.” Jelas Kevin.
“Penting? Memangnya ada apa?” tanya Molly bingung. Kevin tidak menjawab pertanyaan Molly. Ia segera menarik Molly dan menyuruhnya duduk di kursi mobilnya.
Dalam perjalanan menuju restoran Molly hanya diam membisu. Entah apa yang terjadi dengan Kevin. Biasanya Kevin selalu menjawab segala pertanyaannya tanpa bosan. Tapi sekarang, Kevin hanya diam.
Sesampainya di restoran favorit Molly, Kevin segera memesankan makanan kesukaan mereka berdua. Sambil menunggu hidangannya siap saji, Kevin memulai pembicaraan.
“Molly, aku mimpi kalau kamu bakal ninggalin aku.”
Molly yang sedang minum jus alpukat tiba-tiba tersedak. “Nggak mungkin, Vin!! Kamu nggak percaya kalau aku ini sayang banget sama kamu? Jadi kamu lebih percaya sama mimpi kamu daripada aku?!” jawab Molly kesal.
Tiba-tiba air mata Molly menetes perlahan. Hatinya ingin berteriak. Keluarganya saja sudah hampir tidak memperhatikannya. Lalu Kevin? Apakah Kevin juga akan meninggalkannya? Dan kalau begitu yang tersisa hanyalah sahabat sejatinya, Bella. Bella yang dianggap sebagai kakaknya ini sangat mengerti apa yang terjadi pada Molly. Dan Bella sanggup member segala solusi untuk memecahkan masalah-masalah Molly.
Kevin memperhatikan Molly yang sedang menangis. Lalu Kevin menghapus air mata Molly menggunakan saputangannya.
“Jangan nangis, Ly. Aku percaya kamu sayang banget sama aku. Karena aku juga sayang banget sama kamu. Aku nggak akan ninggalin kamu sampai kamu yang minta. Dan kamu harus tahu, kapanpun kamu butuh aku, aku akan selalu ada untuk kamu.”
“Makasih, Vin. Kamu baik banget.”
Lalu Kevin memeluk Molly. Setelah itu mereka makan dengan lahap. Mereka sangat lapar, sampai-sampai hidangan yang tersaji habis termakan oleh mereka. Setelah selesai makan, Kevin segera mengantar Molly pulang.
Sesampainya di rumah Molly, Kevin merasakan hal yang aneh. Ia terus menatap Molly tanpa henti. Kevin merasa ini akan menjadi detik-detik terakhirnya melihat Molly tersenyum. Molly pun bingung. Apa yang terjadi pada Kevin? Keduanya pun diam membisu.
Tiba-tiba pembantu Molly membukakan pintu untuknya. “Non Molly udah pulang? Kenapa atuh nggak masuk?” tanya pembantunya heran.
Mendengar suara pembantu tersebut, Kevin dan Molly tersadar dari pikirannya masing-masing. Lalu Kevin memutuskan untuk pulang setelah berpamitan pada Molly dan pembantu Molly. Molly pun segera masuk ke dalam rumahnya.
Di kamarnya, Molly terus memikirkan apa yang terjadi pada Kevin. Dan tanpa sengaja, Molly menjatuhkan air matanya. Ia sungguh-sungguh ‘tak tahu apa yang terjadi antara dirinya dan Kevin.
Tengah malam ketika Molly sedang tertidur nyenyak, Molly mendengar ada sesuatu yang pecah, atau bahkan sengaja dipecahkan oleh seseorang yang membuat ia terbangun dari tidup lelepnya. Molly berusaha untuk membuka matanya, dan ketika ia ingin beranjak dari tempat tidurnya ia mendengar suara yang sangat ia kenal. Molly mulai menangis. Suara itu adalah suara kedua orangtuanya yang sedang bertengkar. Akhir-akhir ini mereka sering sekali bertengkar. Molly pun tidak tahu apa yang menyebabkan pertengkaran tersebut. Molly sudah tidak kuat lagi menahan teriakan hatinya. Dengan cepat ia pun berjalan ke lantai bawah untuk melerai pertengkaran orangtuanya.
“Papa!! Mama!! Kenapa sih berantem terus?! Nggak malu didengar tetangga? Molly tuh pusing tahu setiap hari dengar papa dan mama berantem terus!!” teriaknya marah tapi sambil menangis.
Plak!! Papanya Molly yang sedang emosi segera menampar Molly tanpa ragu setelah mendengar anaknya berani bicara seperti itu padanya.
“Anak kecil nggak usah sok ikut campur urusan orangtua! Nggak sopan!!” bentak papanya.
Molly kaget! Baru kali ini ia ditampar papanya. Molly berteriak lalu menangis kencang, lalu ia berlari menaiki tangga untuk kembali ke kamarnya. Tapi ketika Molly sedang berlari menaiki tangga, ia tidak dapat mengendalikan dirinya sehingga ia jatuh terguling dan pingsan. Mamanya menangis histeris melihat anak tunggalnya pingsan. Mamanya langsung menyalahkan papanya Molly karena telah menampar Molly, dan tamparan itu membuat Molly terjatuh dari tangga dan pingsan.
Keesokan harinya, seperti biasa Kevin dating ke rumah Molly untuk pergi sekolah bersama. Lalu Molly segera beranjak ke mobil Kevin setelah berpamitan pada pembantunya. Molly tidak berpamitan pada orangtuanya karena mereka sudah berangkat dini hari sebelum Molly bangun.
“Selamat pagi cinta.” sapa Kevin kepada pacar tersayangnya itu.
“Pagi juga, Vin.” jawab Molly lemas.
“Kamu kenapa, Ly?” tanya Kevin heran. Tidak biasanya Molly sesedih ini. Kevin takut terjadi apa-apa pada Molly. Dan Kevin tahu, apabila Molly sudah berdiam diri, ia tak’kan bicara sepatah kata pun untuk menceritakan masalahnya. Walaupun Bella yang bertanya.
“Aku nggak apa-apa, Vin. Cuma capek aja.” jawab Molly. Lalu Molly mencoba tersenyum untuk meyakinkan Kevin bahwa tidak terjadi apa-apa pada dirinya.
Beberapa menit kemudian mereka tiba di sekolah. Kevin membukakan pintu mobilnya untuk Molly, dan Molly pun turun. Tiba-tiba Kevin melihat seperti ada bekas tamparan di pipi kiri Molly.
“Pipi kamu kenapa, Ly?” Tanya Kevin cemas.
“Nggak apa-apa kok! Udah tenang aja ya..” jawab Molly meyakinkan.
Jam pelajaran pun dimulai. Molly berusaha keras untuk tetap dapat konsentrasi pada pelajarannya. Hingga di akhir jam pelajaran Molly merasa pusing. Ia tidak dapat berpikir lagi. Lalu guru bahasa Jerman Molly pun menyuruh salah satu dari teman-teman Molly untuk mengantar Molly ke UKS. Bella pun segera membantu Molly berjalan menuju UKS.
Dalam perjalanan menuju UKS, ketika mereka sedang menuruni tangga, Molly merasa kepalanya sangat berat. Semuanya gelap dan berputar kencang. Molly merasa mual. Ia sudah tidak sanggup lagi menahan rasa mualya. Molly terjatuh duduk di tangga lalu muntah. Molly menangis, badannya sudah sangat lemas. Bella menjadi ikut sedih melihat sahabatnya sakit seperti itu. Kevin yang kebetulan sedang olahraga di lapangan segera berlari ke arah dimana Molly dan Bella berada. Kevin segera membawa Molly ke UKS. Bella mengikuti Kevin dari belakang sambil menangis.
Di UKS, setelah Molly agak enak badan ia berkata, “Bella, thanks banget kamu udah jadi kakak aku yang paling baik. Menurutku, kamu lebih baik dari papa mama aku. And buat Kevin, mimpi kamu benar, Vin…”
“Maksud kamu apa ngomong kayak gitu?! Kamu nggak akan ninggalin aku kan?” tanya Kevin bingung.
“Aku nggak kuat lagi, Vin, Bell.” kata Molly pasrah.
“Kamu kuat, Ly!! Kamu bisa!! Aku, Kevin, dan orangtua kamu pasti akan selalu mendukung kamu, Ly!!” kata Bella.
Orangtua?! Molly merasa tersindir ketika mendengar kata ‘orangtua’. Ia merasa tidak mempunyai orangtua. Mereka tidak pernah peduli padanya lagi. Mereka hanya sibuk dengan urusan mereka masing-masing.
“Aku akan berusaha.” Jawab Molly meyakinkan diri sendiri.
Mereka bertigapun tersenyum. Dan setelah mendapat izin dari guru, Bella dan Kevin sepakat untuk menemani Molly di UKS sampai jam pulang sekolah.
Bel pulang pun berbunyi. Kevin dan Bella membantu Molly untuk berjalan ke tempat parkir. Ketika sedang berjalan menuju tempat parkir, beberapa murid yang lain sedang berlarian. Dan tidak sengaja menyenggol Molly, waktu itu ada sebuah sepeda motor sedang melintas di depan mereka. Dan akhirnya Molly tertabrak sepeda motor tersebut lalu jatuh ‘tak berdaya. Bella berteriak sekeras mungkin. Kevin tidak rela kekasih hatinya mengalami kejadian tersebut. Ia segera menghampiri murid yang tadi berlari menyenggol Molly. Lalu sebuah pukulan yang sangat mematikan melayang ke pipi kiri murid tersebut.
Mereka pun segera membawa Molly ke Rumah Sakit terdekat. Kevin mengendarai mobilnya dengan kecepatan maksimal. Sepanjang perjalanan, Bella hanya menangis. Tapi Bella tahu apa yang harus ia lakukan. Ia harus menghubungi orangtua Molly! Orangtua Molly harus tahu apa yang terjadi pada Molly.
Sesampainya di Rumah Sakit, Molly segera dibawa ke ruang ICU. Saat itu, Molly sempat koma selama 3 jam. Kevin dan Bella sangat cemas menunggu kabar baik tentang Molly. Belum lagi orangtua Molly yang sampai saat ini ‘tak kunjung datang untuk melihat anaknya.
1 jam kemudian orangtua Molly tiba di Rumah Sakit dengan muka yang sangat cemas. Mamanya Molly berkata, “Gimana keadaan Molly? Tadi kami masih banyak urusan, jadi baru bisa datang sekarang.”. Bella dan Kevin nggak habis pikir. Sudah tahu anaknya koma! Masih saja sibuk dengan bisnis!
Beberapa menit kemudian Molly mulai sadar. Ia melihat kedua orangtuanya ada di dekatnya. Tapi Molly malah memalingkan wajahnya dari mereka. Air matanya berjatuhan membasahi bantal di tempat tidurnya. Kevin tidak bisa melihat Molly seperti itu. Kevin segera memeluk Molly untuk menenangkannya.
Bella berkata pelan, “Molly, itu orangtua kamu datang. Mereka masih peduli sama kamu. Kenapa kamu nggak mau lihat mereka?”
Aku mau!! Jerit Molly dalam hatinya. Tapi kalau aku melihat mereka aku akan menangis kencang!! Dan akau nggak mau menangis di depan mereka. Aku nggak mau dibilang anak kecil terus!!
“Molly..” sapa mamanya lembut.
“Maafkan papa dan mama yang selama ini hanya sibuk dengan urusan bisnis. Sampai-sampai kami tidak memperhatikan kamu lagi. Kamu anak tunggal papa dan mama. Nggak mungkin kami nggak sayang sama Molly. Anak mama yang cantik, pintar, baik, rajin, penurut, dan masih banyak yang bisa mama dan papa banggain dari kamu. Kami baru sadar kalau kami sering tidak peduli sama kamu. Tapi kamu harus tahu Molly sayang. Papa dan mama akan selalu sayang sama kamu sampai kapanpun.” jelas orangtuanya. Lalu mereka memeluk Molly.
Molly pun membalas pelukan mereka. Molly merasa kehangatan itu muncul lagi. Keluarga yang saling mengerti satu sama lain. Kini ia merasakannya lagi!!
“Terima kasih ma, pa! Molly sayang kalian!! Molly janji, Moll – ly ja jan janji…” kata Molly terbata-bata dengan nafas yang sudah mulai sesak.
“Molly nggak akan kayak anak kecil lagi.” Katanya untuk yang terakhir kali.
Janji tinggal janji. Kini Molly telah pergi. Orangtuanya sangat menyesal tidak pernah peduli pada anak tunggalnya itu. Bella, sahabat sejatinya, terus berteriak dan menangis histeris sambil memeluk Molly. Dan Kevin, ia marah!! Mengapa ia harus mendapatkan mimpi itu?! Dan mengapa mimpinya harus menjadi nyata?!!
Lalu Bella melihat ada sesuatu di tas Molly. Dan ternyata sebuah puisi. Bella pun membacakannya :
Maafkan aku..
Tak bisa kulepaskan..
Sifat kekanak-kanakkanku..
Itu menyenangkan..
Tapi bagimu memalukan!

Maafkan aku..
Tak dengar apa katamu..
Untuk merubah diriku..
Menjadi seperti yang kau mau..

Maafkan aku..
Maafku untuk orangtuaku..
Jangan paksa aku..
Aku belum dewasa..
Aku masih kecil..
Bocah ingusan yang tak tahu apa-apa..

I’m so sorry..
I LOVE YOU.. MOM AND DAD!!

Sabtu, 17 April 2010

Kunci Rumahku

Tok tok tok..

Pintu itu kuketuk dengan kuat, tapi tak ada jawaban dari dalam rumah. Pandanganku beralih ke pintu belakang rumahku. Hanya berbeda ukuran dengan pintu utama. Pintu yang ini lebih kecil, tapi terkunci juga seperti pintu utama itu. Apakah tak ada orang di dalamnya?
Pertanyaan itu semakin membuatku penasaran. Kuketuk pintu utama dan pintu belakang rumahku untuk yang kedua kalinya, tapi untuk kali ini tenaga yang kukeluarkan jauh lebih besar. Namun pekerjaanku sia-sia, tak ada jawaban. Tapi ada satu hal yang membuatku merasa lumayan senang, kucing belang yang biasa mampir ke rumahku menjawab ‘meong’. Apapun artinya bila diterjemahkan ke dalam bahasa manusia, kucing itu hanya dapat berkata ‘meong’.

“Kamu tahu kemana mami dan Anggi pergi, Alright?” tanyaku pada Alright, kucing belang itu. Aku dan adikku yang memberinya nama ‘Alright’.

“Meeeoooooong...” kali ini suara meongannya terdengar lebih panjang, entah apa artinya.
“Oooh,” singkat jawabku.

Kuambil handphone yang ada di dalam tas ransel hitamku. ‘Jam setengah tiga! Oh my God, gue belum makan siang!’ Teriakku dalam hati. Perutku sudah bernyanyi lagu keroncong sejak pukul 1 siang tadi. Andai saja perutku bisa bernyanyi lagu hip hop, akan kubiarkan mereka bernyanyi sampai malam. Oh, forget it! Aku belum makan siang. Kulihat sisa uang sakuku di dalam dompet, hanya tersisa Rp 2.500,00. ‘Parah banget!’ Akupun teringat bahwa setiap hari sabtu pukul 3 siang, adikku mempunyai kegiatan bimbingan belajar di Gerejaku. Sekilas aku berpikir bahwa aku harus pergi ke Gereja untuk meminta kunci rumahku padanya. Tapi, kulihat bensin motorku. Wow! Hampir kosong! Mau bagaimana lagi? Haruskah aku menunggu disini sendiri sampai pukul 5 sore? NO WAY! Akhirnya kuputuskan untuk menyusul adikku di Gereja.


*

Sesampainya di Gereja, kulihat pemandangan sekitar. Sepi. Dimana adikku? Aku masuk ke dalamnya lalu bertemu dengan seorang bapak yang sudah biasa kutemui di Gereja setiap minggunya.

“Pak, anak-anak kelas 6 yang mau bimbel pada kemana ya? Sudah datang belum?” tanyaku pada si Bapak itu.

“Sudah, tapi mereka sedang di luar. Tunggu saja,” jawabnya padaku, lalu melanjutkan menyapu gedung Gereja.

Aku menunggu di depan teras sendirian. Kemana sih?! Aku mendengus kesal. Tiba-tiba ada suara gitar yang sedang dimainkan oleh seorang anak. Dan kedengarannya, anak itu sedang bersama teman-temannya yang lain. Akupun mencari darimana suara itu berasal. Ketemu, yess! Dengan cepat aku menghampiri adikku, Anggi.

“Mana kunci rumah? Gue belum makan siang tau! Gue bela-belain kesini buat ngambil kunci rumah, padahal bensin motor udah mau habis,” kataku sambil marah-marah.

“Dih, kunci rumah bukan di Anggi. Ada di mami,” jawabnya dengan santai lalu tertawa.

HAHAHA... Aku sudah berusaha datang ke Gereja, berharap mendapatkan kunci rumahku, lalu pulang ke rumah dan masuk ke dalamnya. Ingin marah. Tapi sudah tak ada tenaga yang tersisa. Ingin menangis. Untuk apa?

“Mami kemana? Ke Karawang ada urusan, kan?” tanyaku masih penasaran.

“Udah pulang kaliiii, hahahaha,” sepertinya Anggi tertawa puas dan secara tidak sengaja ia sedang mengejekku.

“Terus? Mami kemana dong?”

“Beli ikan di pasar buat besok arisan!”

Aaagggghhhh! Perutku makin keroncongan, kucoba untuk tetap bersabar. Dan kurelakan untuk menunggu adikku di Gereja hingga ia selesai bimbel. Tapi sampai pukul 15.30 sang guru belum juga tampak batang hidungnya. Padahal bimbel dimulai tepat pukul 15.00.

“Pulang yuk, Nggi..” rayuku pada Anggi agar ia mau pulang bersamaku.

“Nggak mau aah! Tunggu dulu,” rupanya ia menolak tawaranku untuk pulang.

Sepuluh menit kemudian, teman-teman Anggi mulai merasa bosan. Mereka ingin pulang. Ya sudah, akhirnya kami semua pulang, tanpa hasil. Hahaha!

 

*

“Mami udah pulang tuh, pintu depan dibuka,” kataku pada Anggi ketika sampai di depan rumah.

Kamipun masuk ke dalam rumah. Mamiku bingung, mengapa Anggi sudah pulang? Bersamaku pula? Kami pun menjelaskan semuanya. Dan aku bertanya kapan mami tiba di rumah? Ia berkata, pukul 14.50. Waaaaaa! Harusnya gue nggak usah ke Gereja segala! Tetapi, apapun jawaban mamiku, yang penting saat ini aku sudah masuk ke dalam rumahku istanaku, hahaha. Dan dengan segera aku menuju dapur. Apa yang akan kulakukan? Jawab saja sendiri.



THE END

Minggu, 21 Maret 2010

A Special Day! Really?

     “Mi, kuncirin dong,” pinta Frili kepada maminya dengan nada manja pada pukul 05.20.
     “Dikuncir kayak gimana?” tanya sang mami karena bingung dengan rambut Frili yang dapat dikatakan masih pendek.
     “Dibagi dua, terus yang bawah dulu yang dikuncir, terus yang di atas kuncir lagi, terus digabung deh,” jelas Frili sambil mempraktekkan gayanya menguncir rambut seorang diri.
      Sang mami pun mulai menguncir rambut Frili.
     “Ih yang kenceng dong! Ini longgar banget, udah gitu miring ke kiri,” kata Frili kesal.
     “Ini udah bener,” kata mami sambil mencoba meluruskan kepala Frili.
     “Ini kepala kakak, yang tau lurusnya kemana ya kakak lah,” protes Frili karena usaha sang mami untuk meluruskan arah kepalanya gagal.
     “Udah nih,” jawab mami singkat.
     “Rapi nggak?” tanya Frili dengan singkat pula.
     “Iya.”
    Frili pun memperhatikan dirinya di depan cermin, lebih tepatnya memperhatikan hiasan yang ada di rambutnya.
     “Ah, nggak rapi!” sentaknya kecewa.
     Karena Frili merasa kalau ia menguncir rambutnya sendiri akan terlihat lebih baik daripada yang maminya lakukan, maka ia membongkar kunciran itu dan menyusunnya kembali seperti yang maminya lakukan. Hanya saja, hasil kunciran yang Frili buat lumayan lebih rapi dibanding yang maminya buat untukknya.
     “Kan, bagusan kakak yang nguncir, huuuuu!” katanya bahagia sambil membanggakan diri.
Frili berjalan ke dapur untuk memperlihatkan hasil usahanya menguncir rambut seorang diri kepada sang mami.
     “Liat nih, bagusan kakak yang nguncir sendiri. Ya kan? Huuuuu,” Frili pun memperlihatkan rambutnya.
     “Wah, dirombak semua!” kata sang mami kecewa.
     “Apaan? Sama aja deh,” tanya Frili penasaran.
    “Tadi kan kunciran yang diatas warna ungu, yang di bawah warna pink. Sekarang ditukar,” jelas mami sambil tertawa kecil.
     GUBRAK!!
     “Yah, sama aja kali! Nggak ngaruh ini,” jawab Frili.
     “Buang-buang waktu aja dong tadi mami 10 menit buat nguncirin rambut kamu?” tanya mami kecewa. Sebenarnya mami tidak memerlukan jawaban untuk pertanyaan yang satu ini. Karena apapun jawaban Frili, waktu 10 menit itu memang sudah berlalu.
     “Haha, biarin,” jawab Frili santai.

**

     “Ih dikuncir,” sapa Eky pada Frili saat Frili memasuki kelas.
     “Biarin weee,” ledek Frili.
     “Fril, kapan-kapan jalan-jalan lagi yuk! Biasa,” ajak Iie kepada Frili.
     “Ayo-ayo! Eky, lo ikut yaa,” jawab Frili dengan nada ceria, lalu mengajak Eky untuk ikut serta dalam program belanja Frili dan Iie.
     “Ah, dia mah pasti nggak mau,” potong Iie, karena ia tahu kalau Eky hanya akan berdiam diri saja saat mereka berdua asik memilih-milih barang.
     “Tau ah! Lo berdua kemaren juga cuma beli gelang aja lamanya minta ampun!” kata Eky kesal.
     “Ya iya lah,” jawab Frili dan Iie secara bersamaan.

**

     “Ih hari ini belajar? Gue nggak bawa buku!” teriak salah seorang dari teman sekelas Frili.
     “Iya, tadi gue ketemu si Bapak, katanya mau tes silat.”
    “Waaaa!!! Gue belum hapal,” teriak hampir seluruh teman sekelas Frili, sehingga terdengar suara yang bergema.

**

      “Ayo siapa lagi yang mau dites?” tanya guru olahraga Frili kepada murid-muridnya.
      “Kita bertiga yuk, ie, ky!” ajak Frili kepada Iie dan Eky.
     “Ih, belum hapal,” rengeknya karena belum sanggup menerima dirinya untuk dites silat jurus 1 sampai dengan 7.
      “Ayolah, sehapalnya aja,” kata Iie menandakan bahwa ia setuju dengan Frili.

**

     “Dua.. dua.. dua..” hitung sang guru.
     “Koq hitungan dua malah jadi patung?” tanyanya heran karena mereka bertiga tak bergerak sedikitpun. Yang bergerak hanyalah mata mereka yang saling lirik kiri kanan seperti penari Bali untuk mengintip gerakan satu sama lain. Tetapi tak satupun dari mereka yang tahu gerakan apa yang harus dilakukan pada jurus 6 hitungan 2.
     “Aduh, apa ya?” tanta mereka dalam hati, bahkan hampir terdengar suara hati mereka itu oleh sang guru.
    “Udah, punya hutang 2 jurus lagi ya,” kata sang guru karena bosan melihat patung yang belum selesai dipahat itu.
     “Iya, makasih ya, Pak!”

**

      Teringat akan buku-bukunya yang masih berada di dalam locker pribadi, Frili pun segera mengabil kunci lockernya dan segera membuka lockernya lalu mengeluarkan semua buku paket yang berstatus ‘pinjaman sekolah’. Frili membawanya lalu meletakkannya di meja guru, karena lemari kelas berada tepat di belakang meja guru.
      “Nih, Fril, sekalian!” kata teman Frili sambil meletakkan bukunya di meja guru.
      “Iya.”
      “Cie, si Mami mau baca buku,” goda Mutia saat Frili hendak memasukkan bukunya ke lemari kelas. Entah apa yang membuat Frili dipanggil dengan sebutan ‘Mami” di kelasnya.
     “Enggak! Ini mah aku cuma mau masukin buku aja yey, hahaha...” jawab Frili membela diri sekaligus mengejek dirinya sendiri.
     “Sini lah aku bantuin,” Mutia pun membantu Frili membereskan bukunya.
     Saat Frili sedang menyelipkan bukunya di antara buku-buku yang berdempet rapat di lemari,
     BRUUUKKK!!!
    Tumpukan buku dari atas terjatuh sehingga menimpa tangan Frili, jari manis, serta kelingkingnya. AAAWWW!!! Sakit sekali pastinya. Di antara buku-buku yang ada di rak teratas, terdapat banyak buku Geografi yang lumayan tebal untuk dibaca. Frili hanya terdiam dalam kebingungannya. Atau mungkin ia kaget, saat bagian tubuhnya tertimpa buku-buku dan besi lemari?
     Semua murid yang sedang merapikan kelas seakan-akan tertarik oleh sebuah magnet yang sangat kuat karena mendengar suara besi lemari terjatuh.
     “Tuh kan, udah dibilangin nggak kuat!” kata teman-teman Frili.
     “Salahin bapak! Salahin bapak! Salahin bapak!” demo teman-teman Frili karena merasa benar bahwa lemari kelas tersebut tidak mampu untuk menahan buku paket yang banyak dan tebal itu.
Frili yang sadar bahwa tangan, jari manis, serta kelingkingnya mulai terasa sakit akibat tertimpa benda-benda tersebut. Ia mulai menangis. Gaya tangisannya seperti anak kecil yang kesakitan. Lalu teman-temannya segera berusaha menenankan Frili agar tidak menangis lagi. Tetapi apa daya? Sakitnya itu tidak terasa seperti sakit yang tertimpa benda biasa. Frili terus saja menangis. Sampai Dini, temannya, berusaha mengurut Frili, katanya ia sudah terbiasa mengurut mamanya.
     “Sakit banget? Dimananya?” tanya Dini sambil mengurut Frili.
     “Iya, disini,” jawab Frili sambil menunjuk ke arah tubuh yang terasa sakit.
     “Ih, sakit banget tuh pasti!” kata teman-temannya yang melihat kejadian itu.
     “Masih sakit?” tanya Dini sambil terus mengurut tangan Frili.
     “Masih,” jawab Frili sambil terus menangis. Tapi saat ini tangisannya sudah mulai mereda.
     “Ke UKS aja, Fril!” suruh beberapa teman Frili.
     “Nggak mau,” tolak Frili.
     Tetapi akhirnya Iie berhasil mengajak Frili untuk pergi ke UKS untuk mengambil minyak kayu putih. Tapi sangat disayangkan karena barang yang dibutuhkan sedang tidak ada. Terpaksa mereka kembali ke kelas dengan tangan kosong.

**

     “Huuu, centil!” sorak teman Frili yang memperhatikan Frili sedang bercermin menyisir rambutnya.
     “Iya dong! Kan udah sembuh, ahhaha...” jawab Frili ceria.
     “Ayo cepetan pulang! Nyisir mulu!” ajak Eky sambil menarik tangan Frili yang masih terasa sedikit sakit itu.
     “Ih, sakit tau,” kata Frili sambil menarik kembali tangannya.

**

     “Jadi ke Purwakarta?” tanya Frili.
     “Kang Taufiknya aja udah pulang,” kata Angga dengan perasaan penuh kecewa.
     “Mau ke rumah Entri aja?”
     “Entri kan nggak sakit lagi?”
     “Ya nggak apa-apa, main aja,”
     Itulah percakapan mereka selama kurang lebih satu jam. Hanya seorang teman lagi yang sedang mereka tunggu. Fadhilah. Ia sedang berada di toko buku. Mereka semua sudah merasa lelah untuk menunggu kedatangan Fadhilah lebih lama lagi. Setelah lebih dari 1 jam, batang hidungnya pun nampak juga. Sambil melambaikan tangannya layaknya aktris sedang kehujanan fans. Tapi sangat menyedihkan, karena tak satupun dari mereka yang menunggu membalas lambaian tangan Fadhilah. Mungkin karena mereka sudah amat sangat kesal?

**

     Mereka akan pergi ke Purwakarta. Nama grup mereka adalah ‘Student in the Train’. Dan untuk pertama kalinya di semester 2 mereka bepergian menggunakan jasa kereta api. WOW!!

**

     Sesampainya mereka di tempat tujuan, banyak sekali kejadian yang sangat lucu sehingga memberi efek samping yang sangat buruk. Contohnya tertawa terbahak-bahak menyebabkan perut sakit dan lemas, lalu ia jatuh bersujud. Oh, memalukan! But, it’s fun!

**

     “Kapan jalan-jalannya nih? Kan mau foto-foto!” rengek Frili yang sudah tidak sabar untuk berpose di layar kamera.
      “Iya ih,” ucap Eky setuju.
     “Iya, iya!” jawab mereka yang masih berada di dalam rumah saat Frili dan Eky sudah berada di luar jangkauan mata mereka dalam jarak 1 meter.
     “Ayo foto dulu,” ajak Frili kepada teman-temannya.
     “Nanti aja, kalo udah nyampe!” jelas temannya pada Frili.

**

     Di sepanjang perjalanan, murid SMA yang paling rewel adalah Frili. ‘Dimana sih tempatnya?’ ‘Kita mau kemana?’ ‘Kapan nyampenya?’ ‘Ih jauh banget sih!’. Dan masih banyak ocehan-ocehan dan protes-protes Frili dalam perjalanan menuju Situ Buleud.
     Tetapi, sesampainya di tempat tujuan, tetap Frili yang memenangkan kontes ‘Siapa yang terbawel?’. Ia terus berteriak sana sini untuk meminta temannya mengambil gambar dirinya.
     Mereka sangat menikmati keadaan disana.

**

     Ketika cuaca sudah tidak mendukung mereka untuk tetap bersenang-senang disana, mereka memutuskan untuk pulang ke rumah Kang Taufik. Tetapi tetap saja mereka tidak mau menyia-nyiakan momen indah ini untuk bernarsis-ria.

**

     Mereka sudah ‘mati gaya’ tetapi tetap saja menjadikan gaya yang mati itu sebagai objek foto mereka. Mereka pun masuk ke dalam rumah untuk menyantap hidangan yang telah disediakan oleh tuan rumah, yaitu mie instant.
     Setelah selesai makan. Mereka melihat-lihat hasil dari gaya-gaya mereka yang ditangkap oleh kamera digital. Ketika mereka melihat gambar yang lucu, mereka akan tertawa terbahak-bahak. Dan begitu seterusnya berdasarkan apa yang terlihat pada gambar.
     Hari sudah semakin sore, mereka memutuskan untuk pulang ke Cikampek. Mereka berpamitan kepada ibunya Kang Taufik lalu pulang.

**

     Sesampainya di rumah, ia menceritakan segala sesuatu yang terjadi kepada sang mami. Tak lupa untuk memperlihatkan foto-foto yang menakjubkan saat berada di Situ Buleud. Lalu menjelaskan arti dari pose-pose yang mereka buat.

**

     Sesuatu yang telah menjadi hobi Frili akan dilakukannya sambil meng-upload foto. Ia berusaha untuk menyelesaikannya dalam 1 jam. Tapi, tidak akan mungkin apabila ada banyak iklan yang harus ia bintangi saat itu, seperti makan, memasukkan motor ke dalam rumah, dan sebagainya.
     Tetapi karena keinginan kuatnya untuk menyelesaikan tugas dari salah satu hobinya malam ini, ia berhasil membuat sebuat cerpen yang berjudul ‘A Special Day! Really?’ dalam waktu 1 jam 30 menit (murni tanpa gangguan).

Kamis, 11 Februari 2010

Faiz, teman kami yang sedang sakit



                Sepulang sekolah, kami para anggota Student In The Train memutuskan untuk menjenguk salah satu dari teman kami, Faiz. Faiz sedang sakit, dan ini merupakan kesempatan emas kami untuk mengetahui dimanakah rumahnya.
                Kami adalah Student In The Train. Sudah pasti kami akan ke rumah Faiz menggunakan kereta. Tapi kami sampai di stasiun terlalu pagi, terpaksa kami menggunakan angkot.
                Akhirnya kami tiba di depan suatu perumahan dimana tempat Faiz tinggal. Sudah kuduga, letak rumahnya sangat teramat jauh bagiku! Aku bisa dibilang ‘orang yang paling bawel kalau diajak jalan-jalan jauh’. Tapi kami harus ceria, begitupun denganku. Untung saja, kami selalu membawa kamera.
                Kami pun tiba tepat di rumah Faiz. Tapi tak seorangpun dari kami ber-6 yang memanggil ‘Faiz’. Tapi yang memanggil Faiz adalah tetangganya, bisa dibilang tetangganya sih, karena kami tidak tahu tepat siapakah ia.
                Adiknya Faiz, Alma, menyuruh kami masuk. Tapi kami hanya berkata ‘iya’. Lalu Faiz pun keluar dan berkata sesuatu yang sama seperti adiknya, Alma. Kami pun masuk. Ternyata rumahnya sedang dalam keadaan ‘kapal pecah’. Mungkin Faiz malu, sehingga ia segera merapikan rumahnya agar terlihat rapi. Kami yang merasa menjadi tamu merasa tidak enak hati, karena kami membiarkan teman kami yang sedang sakit merapikan rumah sendirian. Kami telah menyuruhnya untuk berhenti, tapi tetap saja ia meneruskan pekerjaannya itu. Beberapa dari kami segera membeli Es Doger karena haus, seingat aku ada 4 orang. Es Doger pun siap disantap. Lalu kami bertanya kepada sang penjual, berapakah harganya. Sang penjual berkata Rp 4.000,00 dengan wajah tidak meyakinkan. Kami pun bingung. Sebenarnya berapakah harga Es Doger tersebut? Rp 4.000,00 untuk harga keseluruhan atau pergelas? Aku pun bertanya kepada Alma, adiknya Faiz. Ia berkata bahwa pergelasnyaRp 1.000,00. Kami pun segera mengelus dada, pertanda aman. Tak lama kemudian Ibunya Faiz pulang dari sekolah tempat ia mengajar. Ia menyuruh kami untuk memesan bakso yang ada di depan rumah. Karena sudah dipesan, ya sudah, dimakan saja, harus dimakan! Setelah kenyang, kami menuju ke sesi pemotretan mendadak. Aku merasa tidak ada yang seru. Karena tidak ada suara yang muncul seperti suara yang terdengar dari laptopku. Kami akhirnya memutuskan untuk pulang.
                Tapi sayangnya, aku dan Fadhilah, temanku, sudah lupa arah pulang. Dan menurut ayah dan ibunya Faiz, lebih baik kami pulang melewati jalan belakang, karena lebih dekat, katanya. Aku dan Fadhilah dibuat tambah pusing oleh mereka. Akhirnya Faiz mengantar kami pulang dengan mengendarai motor.
                Aku ragu kalau Faiz yang mengendarai motor, karena kondisinya bisa dikatakan belum fit. Tapi biarlah, aku hanya ingin cepat sampai di rumah. Di perjalanan pulang, kami hampir saja jatuh ke saluran air kotor, menabrak anak kecil yang sedang bermain, menabrak soang (angsa), menabrak kambing, dan sebagainya yang akan membuatku yang hampir memiliki penyakit jantung ini meninggal di motor.
                Tapi ada setengah dari kemungkinan besar keberuntungan sedang di pihak kami. Kami sampai di depan rumah Fadhilah dengan selamat tanpa ada satu anggota tubuh yang tertinggal. Tapi, satu hal yang membuatku tertawa hingga saat ini adalah saat Fadhilah turun dari motor, dan Faiz tidak kuat untuk menahan motornya! Faiz pun hampir terjatuh! Tentu saja aku juga akan terjatuh! Tapi lagi-lagi kami memang beruntung! Teman kami ini memang sedang dalam tahap pemulihan dari sakit, tapi dia masih dapat menahan motor yang bisa dikatakan memiliki berat lebih berat dari berat badanku. Sungguh sedih kalau saja Faiz terjatuh dari motornya. Kalau aku? Aku bisa berjalan saja menuju rumah. Tapi Faiz? Siapa yang mau mengantar? Apakah ada?

eiittss! Hubungan Tanpa Status?



“Ih sist, ngapain sih HTSan? Langsung aja ngebut!”, kata seorang temanku lewat SMS.
“Lo kira motor ngebut? Apa-apa juga kalau ngebut pasti bakal bahaya. So, ngapain gue ngebut?”, kataku tenang.
“Ah bodo amat! Pokoknya PJ (Pajak Jadian) harus ada!”, katanya mengancam.
“Eiitss! Cuma HTS sist, belum jadian! Apa-apaan tuh PJ?”, kataku membela diri.
***
Hari ini aku sampai di sekolah 25 menit lebih cepat dari 4 hari sebelumnya. Aku sampai sekolah tepat pukul 06.45, dan 4 hari sebelumnya secara berturut-turut aku selalu terlambat, sampai di sekolah pukul 07.10! Wow! Dahsyat! Dan di hari keempat itu, semua anak murid yang terlambat harus dicatat. Untungnya aku baru 1 kali ini dicatat, aman sekali pikirku. Tapi aku kasihan dengan temanku si A, dia sudah 3 kali dicatat karena terlambat. Parah banget! Dan kata guru-guru, orangtua si A akan dipanggil ke sekolah.
Aku masuk ke kelasku dengan senyum yang menyinari wajahku, persis orang sedang kasmaran! Hahahaha... Aku ingin sekali membuat teman-temanku penasaran!
“Hey, kenapa sih senyum-senyum sendiri?”, tanya teman baikku si B.
“Nggak ada apa-apa kok,”, jawabku sambil terus senyum-senyum.
“Ada yang beda loh!”, duga si B.
“Iya deh,”, aku pun menceritakan semua rahasiaku kepada si B.
“Ya ampun! Anak mana sih? Kamu pernah cerita ga?”, tanya si B makin penasaran.
“Cikampek, aku ga pernah cerita kok. Jadi nggak ada yang tahu deh,”, kataku senang.
***
“Guys, sudah pada lihat relationship status gue yang baru belum?”, tanyaku membuat mereka penasaran.
“Siapa sih? Dibikin di profil nggak? Gue add yaa!” kata si C.
“Add aja,” jawabku singkat dan santai.
“Kapan jadian?”, tanya si C.
“HTS! Bukan pacaran!”, bantahku cepat.
“Iya lah. Kapan?”, tanyanya lagi.
“Kemarin,” aku senyum lagi.
“Kok senang sih HTS?”, tanyanya penasaran.
“Emangnya kenapa? Anything wrong?”, tanyaku berpura-pura tidak mengerti.
“Enakan juga langsung pacaran aja,”, jawabnya.
“Mending HTSan. Jadi misterius gitu! Hahaha...”, tawaku bahagia.
***
Sepulang sekolah, teman-teman satu grupku seperti yang menggoda-goda aku yang kasmaran. WHAT? Kasmaran? Aku Cuma berpura-pura saja. Agar mereka berhenti berkata bahwa aku dan temanku itu saling suka. Padahal aku nggak suka! Dan ternyata memang berhasil. Aku amat sangat bahagia!
***
Sesampainya di rumah, OH NO! Aku baru ingat, kalau papiku sedang tidak kerja hari ini, ia ada di rumah, dan itu artinya aku tidak boleh online Facebook ataupun bermain game! Oh tidak! Aku pun pasrah. Online pakai handphone juga bisa kok! Tapi ternyata, pulsaku sedang tidak mendukung! Sebel! Tidur saja lebih baik.
***
Aku pun bangun pukul 17.50, cepat-cepat mandi dan membeli pulsa SMS dan pulsa Internet. Pikirku, pulsa sudah tersedia, bisa buka Facebook dong? Hahaha... Tapi ternyata tidak bisa! Sebel setengah mati deh! Kan kalau mau pakai pulsa internet kan harus punya pulsa telepon dulu! Ini saja Cuma punya Rp. 24,00! Parah! Aku ingat temanku menjual pulsa, aku beli saja ke dia. Tapi katanya sedang kosong. Tapi ada satu hal yang membuatku lebih lega, pasangan HTSku itu mengajak SMSan saja! Bagus deh, jadi nggak bosen. Sambil menunggu balasan SMS darinya lebih baik aku menciptakan sebuah karya tulis saja! Itulah hobiku! Kalau sedang tidak ada halangan dan memiliki banyak waktu luang serta memiliki mood yang bagus, aku akan menciptakan sebuah karya tulis!
Akhirnya pulsa teleponnya terisi juga! Tapi, aku sedang asyik menulis cerpen. Jadi, telah ku putuskan untuk tidak online pakai handphone dulu malam ini. Tapi sepertinya aku harus online deh! Aku kan mau memasukkan cerpenku ini ke blog! Dan juga ke Facebook untuk dijadikan note! Dan sepertinya peluangku besar! ASYIK! Akhirnya tercapai juga. Thanks God!**

. . .


Mungkin Benar kata orang hidup ini penuh misteri atau nama kerennya Rahasia Ilahi. Entah apa yang Maha Kuasa inginkan hari ini pada kita anak SBI yang tidak bisa menikmati kesenangannya di waktu Weekend dengan pulang naik kereta.


Setelah Agus gelisah kemarin bak kesedihannya takkan pernah hilang sampai Ia harus balas dendam hari ini.
Pukul 13.00 siang tadi Handphonenya dihidupkan dan Ia pun menelpon seorang teman satu profesinya, yaitu Walid.


"Halllo, adakah nampak kurcaci kecilku." Tanya Agus di awal pembicaraan telepon.
"Aku belum melihatnya. Apa pesanmu untuk mereka?" Tanya Walid.
"Pastikan dagangan karcisku dibeli mereka sebelum mereka naik kereta." Jawab Agus.
"Siap!" Tegas Walid.


Saat bunyi kereta menyeru Kami pun bersiap-siap lari ke peron untuk segera naik kereta perasaan kami, pikiran kami, dan langkah kami terlalu ringan untuk naik kereta kami pun merasa senang ibarat Kucing yang dilempari ribuan ikan.


Tapi kami salah Misteri Ilahi itu datang dan bahkan kami sebut ini Karma yang berlanjut, Sseorang tokoh yang baru kita lihat, security stasiun yang sepertinya ingin menghampirii kita dan Dia bukan Agus tokoh baru yang belum kamu ketahui sifatnya.


Saat dia menghampiri kita Ia bertanya
"mau pulang kemana dik ?"
tapi salah satu dari kami berkata,
"cikampek"
satpam itu bertanya lagi,
"sudah beli karcis ?"
tapi salah satu anak yang bukan dari kami menjawab "SUDAH"
satpam itu pun curiga , , kembalilah ia bertanya,
"mana ? coba lihat !"
kami pun kebingungan tak bisa bicara . . kami bagai patung yang dilanda angin puting beliung !
sepertinya pak Walid sangat bahagia . .
karena ia akan mendapatkan uang bayaran yang sudah pak Agus janjikan kepadanya .
dengan perasaan berbunga-bunga ia berpura-pura marah kepada kami,
jangan naik dulu ! naik kereta yang berikutnya saja !


PRAAANGGG !!!


hancur hati kami !
dengan begitu mudah ia menyuruh kami untuk naik kereta yang berikutnya !
detik demi detik . . menit demi menit . . jam tidak sampai berjam-jam *hahahaa* kami menunggu kereta dengan penuh harap !
tapi ? tapi apa ?
apa dia tidak memiliki perasaan ?
bukan manusiakah dia ?!


KAMI MALU !!
semua mata tertuju pada kami !
dengan perasaan sedih bercampur marah kami pergi dari stasiun karawang !
telah kami putuskan untuk lebih memilih naik angkutan perkotaan . .


TAPI , , Tuhan memang baik !
di angkot , kami tidak dibiarkanNya untuk bersedih . . kami tertawa dengan sangat puas di angkot !
melepaskan semua kemarahan kami . .






THE END

Dear eLectronic note . . Wednesday , November 4th 2009

Hari ini aku dan kawan* ketinggalan kereta ! Bete bgt deh . .


Tau dari mana ?


Cerita.a gini . . .


Pas itu tu yaa , c Angga , Tanto , Faiz , Kopong , n Dito udh dpet tmpat duduk , tp duduk.a d dket loket tmpat pnjuaLan karcis . .


Nah , , aku tuh bingung mau ngikutin cpa ?


Cz c Dillah n Gany jlan k arah yg brlainan dr mereka . .


Eh ternyata mereka b.2 mau jajan ! ! yaudah aku n Eqi ikutin aja . .


Pas itu c ibu* penjual itu Lg ngmong sesuatu m c Gany n Dillah . .


Trus , trus . . . ? ?


C Gany blang k aku klo kta c ibu* itu kereta yg k cikampek udh lewat ! ! barusan ! !


OMG ! enek bgt deh gue !


Kta.a ch ada lg jm 5 ! !


Udh lah . .


Drpda jlan k dpan Lg . . mles sangat !


Berjam-jam kami menunggu datang.a kereta !


Akhir.a jm 5 jga . .


Trnyata itu krta jawa . .


Enak ch jlan.a cpet . .


Tp kami ga dpet tmpat duduk !


Yg aku liat yg duduk itu cma c Dillah n Tanto aja . .


Yg lain.a ?


Berdiri ! ! Udh mirip pedagang yg mau jualan *kecuaLi saya* ahahhaha !!!

*drama nyata*

Petugas KA : “Pada mau pulang kemana neng ?”


Kami : (diam tanpa kata) “…”


Frili : “Cikampek.” (agak berbisik)


Petugas KA : “Beli karcis dulu ya! Udah dibuka tuh karcis buat ke Cikampek!” (menyuruh)


Kami : (enggan tak enggan untuk membeli)


Angga : (berjalan menuju loket penjualan karcis) “Beli aja lah yuk..”


Kami selain Angga : (saling toleh menoleh) “Mau pada beli nggak?”


Faiz & Tanto : (mulai berjalan mengikuti Angga)


Gany : (bimbang)


Dillah & Entri : (ingin membeli tapi sayang uang)


Frili : (merasa bebannya semakin berat karena membawa 2 tas)


Eqi : “Udah ih jangan beli! Biasanya juga nggak usah beli.”


Petugas KA : (teriak dari kejauhan) “Pelajar masak nggak mau beli karcis??”


Tanto : “Beli karcis emang berapaan sih?”


Frili : “Dua setengah.”


Tanto : “Ya udah lah.. daripada naik angkot 3000!”


Angga : (datang kembali dengan wajah ceria sambil memegang karcis)


Tanto : “Berapa?”


Angga : “Cuma 1500.”


Kami : “Ngga nitip dong.. Nih duitnya!” (menyuruh Angga, karena malu melewati petugas KA itu)


Angga : “Nggak mau ah! Beli sendiri aja!”


Entri & Dillah : (berjalan menuju loket)


Frili : “Entri aku nitip dong!!”


Entri : “Nggak mau ah! Beli sendiri..”


Eqi : (pasrah) “Nih pake uang aku aja 500nya.” (ke Frili)


Frili : “Berarti aku ngutang ke kamu gope ya?”


Eqi : “Nggak usah ah.. Cuma gope!”


Petugas KA : (sambil memperhatikan bet lokasi sekolah kami) “SMA 1 Karawang naik kereta nggak mau beli karcis!”


Frili : “So what!!” (dalam hati sambil bermuka jengkel)


(ketika membeli karcis)


Faiz & Tanto : “Ayo cepetan itu keretanya mau dateng!”


(ketika kami ingin kembali ke tempat kami duduk-duduk)


Petugas KA : “Nah gitu dong.. Kalau mau naik kereta beli karcis dulu..”


Kami : (terus berjalan tanpa mempedulikan Petugas KA SIALAN itu)





Kami : “Rese banget sih itu orang!”


Faiz : “Nanti sampe rumah langsung ke dukun aja.. Tadi namanya siapa tuh?? Agus yaa?”


Kami : “Hahahahahaa..”


Frili : “Hei kawan! Lain kali kalo mau naik kereta, kita nunggu di sana aja tuh.. Entar kalo keretanya dateng langsung naik okehh?!!”


Kami : “Oke aja deh!!”
































*sebenarnya kata*a masih amat sangat banyak .. tapi tidak dapat diungkapkan melalui drama ini . .*


made by : DesfriLia Ondo Debora T

Cerpen *Maaf dan Sayang*

Teng.. Teng.. Teng!!
Bel pulang sekolah berbunyi menandakan murid-murid sudah diperbolehkan pulang.
“Selesai sudah!! Ha.. ha..” seru Molly.
Setelah itu Molly memutuskan untuk menghubungi mamanya apakah ia akan pulang malam lagi.
“Hallo.. Mama nanti pulang jam berapa? … Oh, malam lagi? … enggg …”
Tut.. Tut.. Tut..
Sambungan pun terputus. Orangtua Molly memang selalu sibuk. Mereka bahkan tidak memiliki waktu untuk putri tercintanya. Mereka hanya peduli dengan bisnis.
“Mending aku ke Bella aja ah..”
Hari ini, telah genap umur persahabatan Molly dan Bella yang ke-4.
“Janji ya! Kita akan tetap saling terbuka satu sama lain. Nggak boleh ada rahasia-rahasiaan antara kita!” kata Bella kepada Molly.
Lalu Molly membalas perkataan Bella dengan berteriak, “Betul! Karena kita adalah …”,
“… pasangan sahabat yang paling hebat dan sangat setia sepanjang masa!!!” teriak mereka berdua dengan kompak. Lalu mereka tertawa bersama.
Bella dan Molly adalah sepasang sahabat yang sangat erat persahabatannya. Entah apa yang membuat mereka bisa seerat ini. Bella sudah menganggap Molly sebagai adikya, begitupun Molly, ia telah menganggap Bella sebagai kakaknya, walaupun sebenarnya mereka bukan saudara kandung.
Waktu itu mereka baru saja berjanji bahwa mereka akan selalu bersama. Tapi tiba-tiba salah satu dari teman mereka memanggil Molly.
“Molly…!”
“Ada apa kawan?” balas Molly ramah.
“Kamu dipanggil sama Kevin. Katanya penting.” jelas temannya itu.
Molly hanya tersenyum dan berkata, “Oke! Nanti aku ke sana. Thanks yah!!”. Lalu Molly berjalan menuju Bella dan menyuruh Bella untuk pulang lebih dulu, karena ia pasti akan diantar pulang oleh Kevin, pacarnya.
Lalu Molly menghampiri Kevin dan ia melihat sesuatu yang Nampak beda dari Kevin.
“Kevin…” sapanya pelan. Kevin pun menyadari kalau Molly sudah ada di dekatnya, lalu ia membalikkan badannya.
“Iya, Ly.” jawabnya singkat. Molly bingung. Ia hanya menunggu sampai Kevin yang mulai bicara. Tiba-tiba terdengar suara Kevin, “Kamu ada acara nggak sekarang?”.
“Enggak. Kenapa, Vin?”. Sebenarnya Molly sudah tahu apabila Kevin bertanya padanya apakah ada acara, pasti Kevin ingin membawanya pergi jalan-jalan. Tapi untuk saat ini Molly berkata ‘tidak’. Karena ia melihat ada yang aneh dari Kevin.
“Mmm… Aku mau ngajak kamu makan siang. Mau kan? Sekalian aku mau ngomong sesuatu yang penting sama kamu.” Jelas Kevin.
“Penting? Memangnya ada apa?” tanya Molly bingung. Kevin tidak menjawab pertanyaan Molly. Ia segera menarik Molly dan menyuruhnya duduk di kursi mobilnya.
Dalam perjalanan menuju restoran Molly hanya diam membisu. Entah apa yang terjadi dengan Kevin. Biasanya Kevin selalu menjawab segala pertanyaannya tanpa bosan. Tapi sekarang, Kevin hanya diam.
Sesampainya di restoran favorit Molly, Kevin segera memesankan makanan kesukaan mereka berdua. Sambil menunggu hidangannya siap saji, Kevin memulai pembicaraan.
“Molly, aku mimpi kalau kamu bakal ninggalin aku.”
Molly yang sedang minum jus alpukat tiba-tiba tersedak. “Nggak mungkin, Vin!! Kamu nggak percaya kalau aku ini sayang banget sama kamu? Jadi kamu lebih percaya sama mimpi kamu daripada aku?!” jawab Molly kesal.
Tiba-tiba air mata Molly menetes perlahan. Hatinya ingin berteriak. Keluarganya saja sudah hampir tidak memperhatikannya. Lalu Kevin? Apakah Kevin juga akan meninggalkannya? Dan kalau begitu yang tersisa hanyalah sahabat sejatinya, Bella. Bella yang dianggap sebagai kakaknya ini sangat mengerti apa yang terjadi pada Molly. Dan Bella sanggup member segala solusi untuk memecahkan masalah-masalah Molly.
Kevin memperhatikan Molly yang sedang menangis. Lalu Kevin menghapus air mata Molly menggunakan saputangannya.
“Jangan nangis, Ly. Aku percaya kamu sayang banget sama aku. Karena aku juga sayang banget sama kamu. Aku nggak akan ninggalin kamu sampai kamu yang minta. Dan kamu harus tahu, kapanpun kamu butuh aku, aku akan selalu ada untuk kamu.”
“Makasih, Vin. Kamu baik banget.”
Lalu Kevin memeluk Molly. Setelah itu mereka makan dengan lahap. Mereka sangat lapar, sampai-sampai hidangan yang tersaji habis termakan oleh mereka. Setelah selesai makan, Kevin segera mengantar Molly pulang.
Sesampainya di rumah Molly, Kevin merasakan hal yang aneh. Ia terus menatap Molly tanpa henti. Kevin merasa ini akan menjadi detik-detik terakhirnya melihat Molly tersenyum. Molly pun bingung. Apa yang terjadi pada Kevin? Keduanya pun diam membisu.
Tiba-tiba pembantu Molly membukakan pintu untuknya. “Non Molly udah pulang? Kenapa atuh nggak masuk?” tanya pembantunya heran.
Mendengar suara pembantu tersebut, Kevin dan Molly tersadar dari pikirannya masing-masing. Lalu Kevin memutuskan untuk pulang setelah berpamitan pada Molly dan pembantu Molly. Molly pun segera masuk ke dalam rumahnya.
Di kamarnya, Molly terus memikirkan apa yang terjadi pada Kevin. Dan tanpa sengaja, Molly menjatuhkan air matanya. Ia sungguh-sungguh ‘tak tahu apa yang terjadi antara dirinya dan Kevin.
Tengah malam ketika Molly sedang tertidur nyenyak, Molly mendengar ada sesuatu yang pecah, atau bahkan sengaja dipecahkan oleh seseorang yang membuat ia terbangun dari tidup lelepnya. Molly berusaha untuk membuka matanya, dan ketika ia ingin beranjak dari tempat tidurnya ia mendengar suara yang sangat ia kenal. Molly mulai menangis. Suara itu adalah suara kedua orangtuanya yang sedang bertengkar. Akhir-akhir ini mereka sering sekali bertengkar. Molly pun tidak tahu apa yang menyebabkan pertengkaran tersebut. Molly sudah tidak kuat lagi menahan teriakan hatinya. Dengan cepat ia pun berjalan ke lantai bawah untuk melerai pertengkaran orangtuanya.
“Papa!! Mama!! Kenapa sih berantem terus?! Nggak malu didengar tetangga? Molly tuh pusing tahu setiap hari dengar papa dan mama berantem terus!!” teriaknya marah tapi sambil menangis.
Plak!! Papanya Molly yang sedang emosi segera menampar Molly tanpa ragu setelah mendengar anaknya berani bicara seperti itu padanya.
“Anak kecil nggak usah sok ikut campur urusan orangtua! Nggak sopan!!” bentak papanya.
Molly kaget! Baru kali ini ia ditampar papanya. Molly berteriak lalu menangis kencang, lalu ia berlari menaiki tangga untuk kembali ke kamarnya. Tapi ketika Molly sedang berlari menaiki tangga, ia tidak dapat mengendalikan dirinya sehingga ia jatuh terguling dan pingsan. Mamanya menangis histeris melihat anak tunggalnya pingsan. Mamanya langsung menyalahkan papanya Molly karena telah menampar Molly, dan tamparan itu membuat Molly terjatuh dari tangga dan pingsan.
Keesokan harinya, seperti biasa Kevin dating ke rumah Molly untuk pergi sekolah bersama. Lalu Molly segera beranjak ke mobil Kevin setelah berpamitan pada pembantunya. Molly tidak berpamitan pada orangtuanya karena mereka sudah berangkat dini hari sebelum Molly bangun.
“Selamat pagi cinta.” sapa Kevin kepada pacar tersayangnya itu.
“Pagi juga, Vin.” jawab Molly lemas.
“Kamu kenapa, Ly?” tanya Kevin heran. Tidak biasanya Molly sesedih ini. Kevin takut terjadi apa-apa pada Molly. Dan Kevin tahu, apabila Molly sudah berdiam diri, ia tak’kan bicara sepatah kata pun untuk menceritakan masalahnya. Walaupun Bella yang bertanya.
“Aku nggak apa-apa, Vin. Cuma capek aja.” jawab Molly. Lalu Molly mencoba tersenyum untuk meyakinkan Kevin bahwa tidak terjadi apa-apa pada dirinya.
Beberapa menit kemudian mereka tiba di sekolah. Kevin membukakan pintu mobilnya untuk Molly, dan Molly pun turun. Tiba-tiba Kevin melihat seperti ada bekas tamparan di pipi kiri Molly.
“Pipi kamu kenapa, Ly?” Tanya Kevin cemas.
“Nggak apa-apa kok! Udah tenang aja ya..” jawab Molly meyakinkan.
Jam pelajaran pun dimulai. Molly berusaha keras untuk tetap dapat konsentrasi pada pelajarannya. Hingga di akhir jam pelajaran Molly merasa pusing. Ia tidak dapat berpikir lagi. Lalu guru bahasa Jerman Molly pun menyuruh salah satu dari teman-teman Molly untuk mengantar Molly ke UKS. Bella pun segera membantu Molly berjalan menuju UKS.
Dalam perjalanan menuju UKS, ketika mereka sedang menuruni tangga, Molly merasa kepalanya sangat berat. Semuanya gelap dan berputar kencang. Molly merasa mual. Ia sudah tidak sanggup lagi menahan rasa mualya. Molly terjatuh duduk di tangga lalu muntah. Molly menangis, badannya sudah sangat lemas. Bella menjadi ikut sedih melihat sahabatnya sakit seperti itu. Kevin yang kebetulan sedang olahraga di lapangan segera berlari ke arah dimana Molly dan Bella berada. Kevin segera membawa Molly ke UKS. Bella mengikuti Kevin dari belakang sambil menangis.
Di UKS, setelah Molly agak enak badan ia berkata, “Bella, thanks banget kamu udah jadi kakak aku yang paling baik. Menurutku, kamu lebih baik dari papa mama aku. And buat Kevin, mimpi kamu benar, Vin…”
“Maksud kamu apa ngomong kayak gitu?! Kamu nggak akan ninggalin aku kan?” tanya Kevin bingung.
“Aku nggak kuat lagi, Vin, Bell.” kata Molly pasrah.
“Kamu kuat, Ly!! Kamu bisa!! Aku, Kevin, dan orangtua kamu pasti akan selalu mendukung kamu, Ly!!” kata Bella.
Orangtua?! Molly merasa tersindir ketika mendengar kata ‘orangtua’. Ia merasa tidak mempunyai orangtua. Mereka tidak pernah peduli padanya lagi. Mereka hanya sibuk dengan urusan mereka masing-masing.
“Aku akan berusaha.” Jawab Molly meyakinkan diri sendiri.
Mereka bertigapun tersenyum. Dan setelah mendapat izin dari guru, Bella dan Kevin sepakat untuk menemani Molly di UKS sampai jam pulang sekolah.
Bel pulang pun berbunyi. Kevin dan Bella membantu Molly untuk berjalan ke tempat parkir. Ketika sedang berjalan menuju tempat parkir, beberapa murid yang lain sedang berlarian. Dan tidak sengaja menyenggol Molly, waktu itu ada sebuah sepeda motor sedang melintas di depan mereka. Dan akhirnya Molly tertabrak sepeda motor tersebut lalu jatuh ‘tak berdaya. Bella berteriak sekeras mungkin. Kevin tidak rela kekasih hatinya mengalami kejadian tersebut. Ia segera menghampiri murid yang tadi berlari menyenggol Molly. Lalu sebuah pukulan yang sangat mematikan melayang ke pipi kiri murid tersebut.
Mereka pun segera membawa Molly ke Rumah Sakit terdekat. Kevin mengendarai mobilnya dengan kecepatan maksimal. Sepanjang perjalanan, Bella hanya menangis. Tapi Bella tahu apa yang harus ia lakukan. Ia harus menghubungi orangtua Molly! Orangtua Molly harus tahu apa yang terjadi pada Molly.
Sesampainya di Rumah Sakit, Molly segera dibawa ke ruang ICU. Saat itu, Molly sempat koma selama 3 jam. Kevin dan Bella sangat cemas menunggu kabar baik tentang Molly. Belum lagi orangtua Molly yang sampai saat ini ‘tak kunjung datang untuk melihat anaknya.
1 jam kemudian orangtua Molly tiba di Rumah Sakit dengan muka yang sangat cemas. Mamanya Molly berkata, “Gimana keadaan Molly? Tadi kami masih banyak urusan, jadi baru bisa datang sekarang.”. Bella dan Kevin nggak habis pikir. Sudah tahu anaknya koma! Masih saja sibuk dengan bisnis!
Beberapa menit kemudian Molly mulai sadar. Ia melihat kedua orangtuanya ada di dekatnya. Tapi Molly malah memalingkan wajahnya dari mereka. Air matanya berjatuhan membasahi bantal di tempat tidurnya. Kevin tidak bisa melihat Molly seperti itu. Kevin segera memeluk Molly untuk menenangkannya.
Bella berkata pelan, “Molly, itu orangtua kamu datang. Mereka masih peduli sama kamu. Kenapa kamu nggak mau lihat mereka?”
Aku mau!! Jerit Molly dalam hatinya. Tapi kalau aku melihat mereka aku akan menangis kencang!! Dan akau nggak mau menangis di depan mereka. Aku nggak mau dibilang anak kecil terus!!
“Molly..” sapa mamanya lembut.
“Maafkan papa dan mama yang selama ini hanya sibuk dengan urusan bisnis. Sampai-sampai kami tidak memperhatikan kamu lagi. Kamu anak tunggal papa dan mama. Nggak mungkin kami nggak sayang sama Molly. Anak mama yang cantik, pintar, baik, rajin, penurut, dan masih banyak yang bisa mama dan papa banggain dari kamu. Kami baru sadar kalau kami sering tidak peduli sama kamu. Tapi kamu harus tahu Molly sayang. Papa dan mama akan selalu sayang sama kamu sampai kapanpun.” jelas orangtuanya. Lalu mereka memeluk Molly.
Molly pun membalas pelukan mereka. Molly merasa kehangatan itu muncul lagi. Keluarga yang saling mengerti satu sama lain. Kini ia merasakannya lagi!!
“Terima kasih ma, pa! Molly sayang kalian!! Molly janji, Moll – ly ja jan janji…” kata Molly terbata-bata dengan nafas yang sudah mulai sesak.
“Molly nggak akan kayak anak kecil lagi.” Katanya untuk yang terakhir kali.
Janji tinggal janji. Kini Molly telah pergi. Orangtuanya sangat menyesal tidak pernah peduli pada anak tunggalnya itu. Bella, sahabat sejatinya, terus berteriak dan menangis histeris sambil memeluk Molly. Dan Kevin, ia marah!! Mengapa ia harus mendapatkan mimpi itu?! Dan mengapa mimpinya harus menjadi nyata?!!
Lalu Bella melihat ada sesuatu di tas Molly. Dan ternyata sebuah puisi. Bella pun membacakannya :
Maafkan aku..
Tak bisa kulepaskan..
Sifat kekanak-kanakkanku..
Itu menyenangkan..
Tapi bagimu memalukan!

Maafkan aku..
Tak dengar apa katamu..
Untuk merubah diriku..
Menjadi seperti yang kau mau..

Maafkan aku..
Maafku untuk orangtuaku..
Jangan paksa aku..
Aku belum dewasa..
Aku masih kecil..
Bocah ingusan yang tak tahu apa-apa..

I’m so sorry..
I LOVE YOU.. MOM AND DAD!!
 

My Story Copyright © 2009 Paper Girl is Designed by Ipietoon Sponsored by Online Business Journal