Sabtu, 17 April 2010

Kunci Rumahku

Diposting oleh Frili di 07.37 0 komentar
Tok tok tok..

Pintu itu kuketuk dengan kuat, tapi tak ada jawaban dari dalam rumah. Pandanganku beralih ke pintu belakang rumahku. Hanya berbeda ukuran dengan pintu utama. Pintu yang ini lebih kecil, tapi terkunci juga seperti pintu utama itu. Apakah tak ada orang di dalamnya?
Pertanyaan itu semakin membuatku penasaran. Kuketuk pintu utama dan pintu belakang rumahku untuk yang kedua kalinya, tapi untuk kali ini tenaga yang kukeluarkan jauh lebih besar. Namun pekerjaanku sia-sia, tak ada jawaban. Tapi ada satu hal yang membuatku merasa lumayan senang, kucing belang yang biasa mampir ke rumahku menjawab ‘meong’. Apapun artinya bila diterjemahkan ke dalam bahasa manusia, kucing itu hanya dapat berkata ‘meong’.

“Kamu tahu kemana mami dan Anggi pergi, Alright?” tanyaku pada Alright, kucing belang itu. Aku dan adikku yang memberinya nama ‘Alright’.

“Meeeoooooong...” kali ini suara meongannya terdengar lebih panjang, entah apa artinya.
“Oooh,” singkat jawabku.

Kuambil handphone yang ada di dalam tas ransel hitamku. ‘Jam setengah tiga! Oh my God, gue belum makan siang!’ Teriakku dalam hati. Perutku sudah bernyanyi lagu keroncong sejak pukul 1 siang tadi. Andai saja perutku bisa bernyanyi lagu hip hop, akan kubiarkan mereka bernyanyi sampai malam. Oh, forget it! Aku belum makan siang. Kulihat sisa uang sakuku di dalam dompet, hanya tersisa Rp 2.500,00. ‘Parah banget!’ Akupun teringat bahwa setiap hari sabtu pukul 3 siang, adikku mempunyai kegiatan bimbingan belajar di Gerejaku. Sekilas aku berpikir bahwa aku harus pergi ke Gereja untuk meminta kunci rumahku padanya. Tapi, kulihat bensin motorku. Wow! Hampir kosong! Mau bagaimana lagi? Haruskah aku menunggu disini sendiri sampai pukul 5 sore? NO WAY! Akhirnya kuputuskan untuk menyusul adikku di Gereja.


*

Sesampainya di Gereja, kulihat pemandangan sekitar. Sepi. Dimana adikku? Aku masuk ke dalamnya lalu bertemu dengan seorang bapak yang sudah biasa kutemui di Gereja setiap minggunya.

“Pak, anak-anak kelas 6 yang mau bimbel pada kemana ya? Sudah datang belum?” tanyaku pada si Bapak itu.

“Sudah, tapi mereka sedang di luar. Tunggu saja,” jawabnya padaku, lalu melanjutkan menyapu gedung Gereja.

Aku menunggu di depan teras sendirian. Kemana sih?! Aku mendengus kesal. Tiba-tiba ada suara gitar yang sedang dimainkan oleh seorang anak. Dan kedengarannya, anak itu sedang bersama teman-temannya yang lain. Akupun mencari darimana suara itu berasal. Ketemu, yess! Dengan cepat aku menghampiri adikku, Anggi.

“Mana kunci rumah? Gue belum makan siang tau! Gue bela-belain kesini buat ngambil kunci rumah, padahal bensin motor udah mau habis,” kataku sambil marah-marah.

“Dih, kunci rumah bukan di Anggi. Ada di mami,” jawabnya dengan santai lalu tertawa.

HAHAHA... Aku sudah berusaha datang ke Gereja, berharap mendapatkan kunci rumahku, lalu pulang ke rumah dan masuk ke dalamnya. Ingin marah. Tapi sudah tak ada tenaga yang tersisa. Ingin menangis. Untuk apa?

“Mami kemana? Ke Karawang ada urusan, kan?” tanyaku masih penasaran.

“Udah pulang kaliiii, hahahaha,” sepertinya Anggi tertawa puas dan secara tidak sengaja ia sedang mengejekku.

“Terus? Mami kemana dong?”

“Beli ikan di pasar buat besok arisan!”

Aaagggghhhh! Perutku makin keroncongan, kucoba untuk tetap bersabar. Dan kurelakan untuk menunggu adikku di Gereja hingga ia selesai bimbel. Tapi sampai pukul 15.30 sang guru belum juga tampak batang hidungnya. Padahal bimbel dimulai tepat pukul 15.00.

“Pulang yuk, Nggi..” rayuku pada Anggi agar ia mau pulang bersamaku.

“Nggak mau aah! Tunggu dulu,” rupanya ia menolak tawaranku untuk pulang.

Sepuluh menit kemudian, teman-teman Anggi mulai merasa bosan. Mereka ingin pulang. Ya sudah, akhirnya kami semua pulang, tanpa hasil. Hahaha!

 

*

“Mami udah pulang tuh, pintu depan dibuka,” kataku pada Anggi ketika sampai di depan rumah.

Kamipun masuk ke dalam rumah. Mamiku bingung, mengapa Anggi sudah pulang? Bersamaku pula? Kami pun menjelaskan semuanya. Dan aku bertanya kapan mami tiba di rumah? Ia berkata, pukul 14.50. Waaaaaa! Harusnya gue nggak usah ke Gereja segala! Tetapi, apapun jawaban mamiku, yang penting saat ini aku sudah masuk ke dalam rumahku istanaku, hahaha. Dan dengan segera aku menuju dapur. Apa yang akan kulakukan? Jawab saja sendiri.



THE END

Minggu, 21 Maret 2010

A Special Day! Really?

Diposting oleh Frili di 00.27 0 komentar
     “Mi, kuncirin dong,” pinta Frili kepada maminya dengan nada manja pada pukul 05.20.
     “Dikuncir kayak gimana?” tanya sang mami karena bingung dengan rambut Frili yang dapat dikatakan masih pendek.
     “Dibagi dua, terus yang bawah dulu yang dikuncir, terus yang di atas kuncir lagi, terus digabung deh,” jelas Frili sambil mempraktekkan gayanya menguncir rambut seorang diri.
      Sang mami pun mulai menguncir rambut Frili.
     “Ih yang kenceng dong! Ini longgar banget, udah gitu miring ke kiri,” kata Frili kesal.
     “Ini udah bener,” kata mami sambil mencoba meluruskan kepala Frili.
     “Ini kepala kakak, yang tau lurusnya kemana ya kakak lah,” protes Frili karena usaha sang mami untuk meluruskan arah kepalanya gagal.
     “Udah nih,” jawab mami singkat.
     “Rapi nggak?” tanya Frili dengan singkat pula.
     “Iya.”
    Frili pun memperhatikan dirinya di depan cermin, lebih tepatnya memperhatikan hiasan yang ada di rambutnya.
     “Ah, nggak rapi!” sentaknya kecewa.
     Karena Frili merasa kalau ia menguncir rambutnya sendiri akan terlihat lebih baik daripada yang maminya lakukan, maka ia membongkar kunciran itu dan menyusunnya kembali seperti yang maminya lakukan. Hanya saja, hasil kunciran yang Frili buat lumayan lebih rapi dibanding yang maminya buat untukknya.
     “Kan, bagusan kakak yang nguncir, huuuuu!” katanya bahagia sambil membanggakan diri.
Frili berjalan ke dapur untuk memperlihatkan hasil usahanya menguncir rambut seorang diri kepada sang mami.
     “Liat nih, bagusan kakak yang nguncir sendiri. Ya kan? Huuuuu,” Frili pun memperlihatkan rambutnya.
     “Wah, dirombak semua!” kata sang mami kecewa.
     “Apaan? Sama aja deh,” tanya Frili penasaran.
    “Tadi kan kunciran yang diatas warna ungu, yang di bawah warna pink. Sekarang ditukar,” jelas mami sambil tertawa kecil.
     GUBRAK!!
     “Yah, sama aja kali! Nggak ngaruh ini,” jawab Frili.
     “Buang-buang waktu aja dong tadi mami 10 menit buat nguncirin rambut kamu?” tanya mami kecewa. Sebenarnya mami tidak memerlukan jawaban untuk pertanyaan yang satu ini. Karena apapun jawaban Frili, waktu 10 menit itu memang sudah berlalu.
     “Haha, biarin,” jawab Frili santai.

**

     “Ih dikuncir,” sapa Eky pada Frili saat Frili memasuki kelas.
     “Biarin weee,” ledek Frili.
     “Fril, kapan-kapan jalan-jalan lagi yuk! Biasa,” ajak Iie kepada Frili.
     “Ayo-ayo! Eky, lo ikut yaa,” jawab Frili dengan nada ceria, lalu mengajak Eky untuk ikut serta dalam program belanja Frili dan Iie.
     “Ah, dia mah pasti nggak mau,” potong Iie, karena ia tahu kalau Eky hanya akan berdiam diri saja saat mereka berdua asik memilih-milih barang.
     “Tau ah! Lo berdua kemaren juga cuma beli gelang aja lamanya minta ampun!” kata Eky kesal.
     “Ya iya lah,” jawab Frili dan Iie secara bersamaan.

**

     “Ih hari ini belajar? Gue nggak bawa buku!” teriak salah seorang dari teman sekelas Frili.
     “Iya, tadi gue ketemu si Bapak, katanya mau tes silat.”
    “Waaaa!!! Gue belum hapal,” teriak hampir seluruh teman sekelas Frili, sehingga terdengar suara yang bergema.

**

      “Ayo siapa lagi yang mau dites?” tanya guru olahraga Frili kepada murid-muridnya.
      “Kita bertiga yuk, ie, ky!” ajak Frili kepada Iie dan Eky.
     “Ih, belum hapal,” rengeknya karena belum sanggup menerima dirinya untuk dites silat jurus 1 sampai dengan 7.
      “Ayolah, sehapalnya aja,” kata Iie menandakan bahwa ia setuju dengan Frili.

**

     “Dua.. dua.. dua..” hitung sang guru.
     “Koq hitungan dua malah jadi patung?” tanyanya heran karena mereka bertiga tak bergerak sedikitpun. Yang bergerak hanyalah mata mereka yang saling lirik kiri kanan seperti penari Bali untuk mengintip gerakan satu sama lain. Tetapi tak satupun dari mereka yang tahu gerakan apa yang harus dilakukan pada jurus 6 hitungan 2.
     “Aduh, apa ya?” tanta mereka dalam hati, bahkan hampir terdengar suara hati mereka itu oleh sang guru.
    “Udah, punya hutang 2 jurus lagi ya,” kata sang guru karena bosan melihat patung yang belum selesai dipahat itu.
     “Iya, makasih ya, Pak!”

**

      Teringat akan buku-bukunya yang masih berada di dalam locker pribadi, Frili pun segera mengabil kunci lockernya dan segera membuka lockernya lalu mengeluarkan semua buku paket yang berstatus ‘pinjaman sekolah’. Frili membawanya lalu meletakkannya di meja guru, karena lemari kelas berada tepat di belakang meja guru.
      “Nih, Fril, sekalian!” kata teman Frili sambil meletakkan bukunya di meja guru.
      “Iya.”
      “Cie, si Mami mau baca buku,” goda Mutia saat Frili hendak memasukkan bukunya ke lemari kelas. Entah apa yang membuat Frili dipanggil dengan sebutan ‘Mami” di kelasnya.
     “Enggak! Ini mah aku cuma mau masukin buku aja yey, hahaha...” jawab Frili membela diri sekaligus mengejek dirinya sendiri.
     “Sini lah aku bantuin,” Mutia pun membantu Frili membereskan bukunya.
     Saat Frili sedang menyelipkan bukunya di antara buku-buku yang berdempet rapat di lemari,
     BRUUUKKK!!!
    Tumpukan buku dari atas terjatuh sehingga menimpa tangan Frili, jari manis, serta kelingkingnya. AAAWWW!!! Sakit sekali pastinya. Di antara buku-buku yang ada di rak teratas, terdapat banyak buku Geografi yang lumayan tebal untuk dibaca. Frili hanya terdiam dalam kebingungannya. Atau mungkin ia kaget, saat bagian tubuhnya tertimpa buku-buku dan besi lemari?
     Semua murid yang sedang merapikan kelas seakan-akan tertarik oleh sebuah magnet yang sangat kuat karena mendengar suara besi lemari terjatuh.
     “Tuh kan, udah dibilangin nggak kuat!” kata teman-teman Frili.
     “Salahin bapak! Salahin bapak! Salahin bapak!” demo teman-teman Frili karena merasa benar bahwa lemari kelas tersebut tidak mampu untuk menahan buku paket yang banyak dan tebal itu.
Frili yang sadar bahwa tangan, jari manis, serta kelingkingnya mulai terasa sakit akibat tertimpa benda-benda tersebut. Ia mulai menangis. Gaya tangisannya seperti anak kecil yang kesakitan. Lalu teman-temannya segera berusaha menenankan Frili agar tidak menangis lagi. Tetapi apa daya? Sakitnya itu tidak terasa seperti sakit yang tertimpa benda biasa. Frili terus saja menangis. Sampai Dini, temannya, berusaha mengurut Frili, katanya ia sudah terbiasa mengurut mamanya.
     “Sakit banget? Dimananya?” tanya Dini sambil mengurut Frili.
     “Iya, disini,” jawab Frili sambil menunjuk ke arah tubuh yang terasa sakit.
     “Ih, sakit banget tuh pasti!” kata teman-temannya yang melihat kejadian itu.
     “Masih sakit?” tanya Dini sambil terus mengurut tangan Frili.
     “Masih,” jawab Frili sambil terus menangis. Tapi saat ini tangisannya sudah mulai mereda.
     “Ke UKS aja, Fril!” suruh beberapa teman Frili.
     “Nggak mau,” tolak Frili.
     Tetapi akhirnya Iie berhasil mengajak Frili untuk pergi ke UKS untuk mengambil minyak kayu putih. Tapi sangat disayangkan karena barang yang dibutuhkan sedang tidak ada. Terpaksa mereka kembali ke kelas dengan tangan kosong.

**

     “Huuu, centil!” sorak teman Frili yang memperhatikan Frili sedang bercermin menyisir rambutnya.
     “Iya dong! Kan udah sembuh, ahhaha...” jawab Frili ceria.
     “Ayo cepetan pulang! Nyisir mulu!” ajak Eky sambil menarik tangan Frili yang masih terasa sedikit sakit itu.
     “Ih, sakit tau,” kata Frili sambil menarik kembali tangannya.

**

     “Jadi ke Purwakarta?” tanya Frili.
     “Kang Taufiknya aja udah pulang,” kata Angga dengan perasaan penuh kecewa.
     “Mau ke rumah Entri aja?”
     “Entri kan nggak sakit lagi?”
     “Ya nggak apa-apa, main aja,”
     Itulah percakapan mereka selama kurang lebih satu jam. Hanya seorang teman lagi yang sedang mereka tunggu. Fadhilah. Ia sedang berada di toko buku. Mereka semua sudah merasa lelah untuk menunggu kedatangan Fadhilah lebih lama lagi. Setelah lebih dari 1 jam, batang hidungnya pun nampak juga. Sambil melambaikan tangannya layaknya aktris sedang kehujanan fans. Tapi sangat menyedihkan, karena tak satupun dari mereka yang menunggu membalas lambaian tangan Fadhilah. Mungkin karena mereka sudah amat sangat kesal?

**

     Mereka akan pergi ke Purwakarta. Nama grup mereka adalah ‘Student in the Train’. Dan untuk pertama kalinya di semester 2 mereka bepergian menggunakan jasa kereta api. WOW!!

**

     Sesampainya mereka di tempat tujuan, banyak sekali kejadian yang sangat lucu sehingga memberi efek samping yang sangat buruk. Contohnya tertawa terbahak-bahak menyebabkan perut sakit dan lemas, lalu ia jatuh bersujud. Oh, memalukan! But, it’s fun!

**

     “Kapan jalan-jalannya nih? Kan mau foto-foto!” rengek Frili yang sudah tidak sabar untuk berpose di layar kamera.
      “Iya ih,” ucap Eky setuju.
     “Iya, iya!” jawab mereka yang masih berada di dalam rumah saat Frili dan Eky sudah berada di luar jangkauan mata mereka dalam jarak 1 meter.
     “Ayo foto dulu,” ajak Frili kepada teman-temannya.
     “Nanti aja, kalo udah nyampe!” jelas temannya pada Frili.

**

     Di sepanjang perjalanan, murid SMA yang paling rewel adalah Frili. ‘Dimana sih tempatnya?’ ‘Kita mau kemana?’ ‘Kapan nyampenya?’ ‘Ih jauh banget sih!’. Dan masih banyak ocehan-ocehan dan protes-protes Frili dalam perjalanan menuju Situ Buleud.
     Tetapi, sesampainya di tempat tujuan, tetap Frili yang memenangkan kontes ‘Siapa yang terbawel?’. Ia terus berteriak sana sini untuk meminta temannya mengambil gambar dirinya.
     Mereka sangat menikmati keadaan disana.

**

     Ketika cuaca sudah tidak mendukung mereka untuk tetap bersenang-senang disana, mereka memutuskan untuk pulang ke rumah Kang Taufik. Tetapi tetap saja mereka tidak mau menyia-nyiakan momen indah ini untuk bernarsis-ria.

**

     Mereka sudah ‘mati gaya’ tetapi tetap saja menjadikan gaya yang mati itu sebagai objek foto mereka. Mereka pun masuk ke dalam rumah untuk menyantap hidangan yang telah disediakan oleh tuan rumah, yaitu mie instant.
     Setelah selesai makan. Mereka melihat-lihat hasil dari gaya-gaya mereka yang ditangkap oleh kamera digital. Ketika mereka melihat gambar yang lucu, mereka akan tertawa terbahak-bahak. Dan begitu seterusnya berdasarkan apa yang terlihat pada gambar.
     Hari sudah semakin sore, mereka memutuskan untuk pulang ke Cikampek. Mereka berpamitan kepada ibunya Kang Taufik lalu pulang.

**

     Sesampainya di rumah, ia menceritakan segala sesuatu yang terjadi kepada sang mami. Tak lupa untuk memperlihatkan foto-foto yang menakjubkan saat berada di Situ Buleud. Lalu menjelaskan arti dari pose-pose yang mereka buat.

**

     Sesuatu yang telah menjadi hobi Frili akan dilakukannya sambil meng-upload foto. Ia berusaha untuk menyelesaikannya dalam 1 jam. Tapi, tidak akan mungkin apabila ada banyak iklan yang harus ia bintangi saat itu, seperti makan, memasukkan motor ke dalam rumah, dan sebagainya.
     Tetapi karena keinginan kuatnya untuk menyelesaikan tugas dari salah satu hobinya malam ini, ia berhasil membuat sebuat cerpen yang berjudul ‘A Special Day! Really?’ dalam waktu 1 jam 30 menit (murni tanpa gangguan).

Kamis, 11 Februari 2010

Faiz, teman kami yang sedang sakit

Diposting oleh Frili di 05.31 0 komentar


                Sepulang sekolah, kami para anggota Student In The Train memutuskan untuk menjenguk salah satu dari teman kami, Faiz. Faiz sedang sakit, dan ini merupakan kesempatan emas kami untuk mengetahui dimanakah rumahnya.
                Kami adalah Student In The Train. Sudah pasti kami akan ke rumah Faiz menggunakan kereta. Tapi kami sampai di stasiun terlalu pagi, terpaksa kami menggunakan angkot.
                Akhirnya kami tiba di depan suatu perumahan dimana tempat Faiz tinggal. Sudah kuduga, letak rumahnya sangat teramat jauh bagiku! Aku bisa dibilang ‘orang yang paling bawel kalau diajak jalan-jalan jauh’. Tapi kami harus ceria, begitupun denganku. Untung saja, kami selalu membawa kamera.
                Kami pun tiba tepat di rumah Faiz. Tapi tak seorangpun dari kami ber-6 yang memanggil ‘Faiz’. Tapi yang memanggil Faiz adalah tetangganya, bisa dibilang tetangganya sih, karena kami tidak tahu tepat siapakah ia.
                Adiknya Faiz, Alma, menyuruh kami masuk. Tapi kami hanya berkata ‘iya’. Lalu Faiz pun keluar dan berkata sesuatu yang sama seperti adiknya, Alma. Kami pun masuk. Ternyata rumahnya sedang dalam keadaan ‘kapal pecah’. Mungkin Faiz malu, sehingga ia segera merapikan rumahnya agar terlihat rapi. Kami yang merasa menjadi tamu merasa tidak enak hati, karena kami membiarkan teman kami yang sedang sakit merapikan rumah sendirian. Kami telah menyuruhnya untuk berhenti, tapi tetap saja ia meneruskan pekerjaannya itu. Beberapa dari kami segera membeli Es Doger karena haus, seingat aku ada 4 orang. Es Doger pun siap disantap. Lalu kami bertanya kepada sang penjual, berapakah harganya. Sang penjual berkata Rp 4.000,00 dengan wajah tidak meyakinkan. Kami pun bingung. Sebenarnya berapakah harga Es Doger tersebut? Rp 4.000,00 untuk harga keseluruhan atau pergelas? Aku pun bertanya kepada Alma, adiknya Faiz. Ia berkata bahwa pergelasnyaRp 1.000,00. Kami pun segera mengelus dada, pertanda aman. Tak lama kemudian Ibunya Faiz pulang dari sekolah tempat ia mengajar. Ia menyuruh kami untuk memesan bakso yang ada di depan rumah. Karena sudah dipesan, ya sudah, dimakan saja, harus dimakan! Setelah kenyang, kami menuju ke sesi pemotretan mendadak. Aku merasa tidak ada yang seru. Karena tidak ada suara yang muncul seperti suara yang terdengar dari laptopku. Kami akhirnya memutuskan untuk pulang.
                Tapi sayangnya, aku dan Fadhilah, temanku, sudah lupa arah pulang. Dan menurut ayah dan ibunya Faiz, lebih baik kami pulang melewati jalan belakang, karena lebih dekat, katanya. Aku dan Fadhilah dibuat tambah pusing oleh mereka. Akhirnya Faiz mengantar kami pulang dengan mengendarai motor.
                Aku ragu kalau Faiz yang mengendarai motor, karena kondisinya bisa dikatakan belum fit. Tapi biarlah, aku hanya ingin cepat sampai di rumah. Di perjalanan pulang, kami hampir saja jatuh ke saluran air kotor, menabrak anak kecil yang sedang bermain, menabrak soang (angsa), menabrak kambing, dan sebagainya yang akan membuatku yang hampir memiliki penyakit jantung ini meninggal di motor.
                Tapi ada setengah dari kemungkinan besar keberuntungan sedang di pihak kami. Kami sampai di depan rumah Fadhilah dengan selamat tanpa ada satu anggota tubuh yang tertinggal. Tapi, satu hal yang membuatku tertawa hingga saat ini adalah saat Fadhilah turun dari motor, dan Faiz tidak kuat untuk menahan motornya! Faiz pun hampir terjatuh! Tentu saja aku juga akan terjatuh! Tapi lagi-lagi kami memang beruntung! Teman kami ini memang sedang dalam tahap pemulihan dari sakit, tapi dia masih dapat menahan motor yang bisa dikatakan memiliki berat lebih berat dari berat badanku. Sungguh sedih kalau saja Faiz terjatuh dari motornya. Kalau aku? Aku bisa berjalan saja menuju rumah. Tapi Faiz? Siapa yang mau mengantar? Apakah ada?

eiittss! Hubungan Tanpa Status?

Diposting oleh Frili di 05.29 0 komentar


“Ih sist, ngapain sih HTSan? Langsung aja ngebut!”, kata seorang temanku lewat SMS.
“Lo kira motor ngebut? Apa-apa juga kalau ngebut pasti bakal bahaya. So, ngapain gue ngebut?”, kataku tenang.
“Ah bodo amat! Pokoknya PJ (Pajak Jadian) harus ada!”, katanya mengancam.
“Eiitss! Cuma HTS sist, belum jadian! Apa-apaan tuh PJ?”, kataku membela diri.
***
Hari ini aku sampai di sekolah 25 menit lebih cepat dari 4 hari sebelumnya. Aku sampai sekolah tepat pukul 06.45, dan 4 hari sebelumnya secara berturut-turut aku selalu terlambat, sampai di sekolah pukul 07.10! Wow! Dahsyat! Dan di hari keempat itu, semua anak murid yang terlambat harus dicatat. Untungnya aku baru 1 kali ini dicatat, aman sekali pikirku. Tapi aku kasihan dengan temanku si A, dia sudah 3 kali dicatat karena terlambat. Parah banget! Dan kata guru-guru, orangtua si A akan dipanggil ke sekolah.
Aku masuk ke kelasku dengan senyum yang menyinari wajahku, persis orang sedang kasmaran! Hahahaha... Aku ingin sekali membuat teman-temanku penasaran!
“Hey, kenapa sih senyum-senyum sendiri?”, tanya teman baikku si B.
“Nggak ada apa-apa kok,”, jawabku sambil terus senyum-senyum.
“Ada yang beda loh!”, duga si B.
“Iya deh,”, aku pun menceritakan semua rahasiaku kepada si B.
“Ya ampun! Anak mana sih? Kamu pernah cerita ga?”, tanya si B makin penasaran.
“Cikampek, aku ga pernah cerita kok. Jadi nggak ada yang tahu deh,”, kataku senang.
***
“Guys, sudah pada lihat relationship status gue yang baru belum?”, tanyaku membuat mereka penasaran.
“Siapa sih? Dibikin di profil nggak? Gue add yaa!” kata si C.
“Add aja,” jawabku singkat dan santai.
“Kapan jadian?”, tanya si C.
“HTS! Bukan pacaran!”, bantahku cepat.
“Iya lah. Kapan?”, tanyanya lagi.
“Kemarin,” aku senyum lagi.
“Kok senang sih HTS?”, tanyanya penasaran.
“Emangnya kenapa? Anything wrong?”, tanyaku berpura-pura tidak mengerti.
“Enakan juga langsung pacaran aja,”, jawabnya.
“Mending HTSan. Jadi misterius gitu! Hahaha...”, tawaku bahagia.
***
Sepulang sekolah, teman-teman satu grupku seperti yang menggoda-goda aku yang kasmaran. WHAT? Kasmaran? Aku Cuma berpura-pura saja. Agar mereka berhenti berkata bahwa aku dan temanku itu saling suka. Padahal aku nggak suka! Dan ternyata memang berhasil. Aku amat sangat bahagia!
***
Sesampainya di rumah, OH NO! Aku baru ingat, kalau papiku sedang tidak kerja hari ini, ia ada di rumah, dan itu artinya aku tidak boleh online Facebook ataupun bermain game! Oh tidak! Aku pun pasrah. Online pakai handphone juga bisa kok! Tapi ternyata, pulsaku sedang tidak mendukung! Sebel! Tidur saja lebih baik.
***
Aku pun bangun pukul 17.50, cepat-cepat mandi dan membeli pulsa SMS dan pulsa Internet. Pikirku, pulsa sudah tersedia, bisa buka Facebook dong? Hahaha... Tapi ternyata tidak bisa! Sebel setengah mati deh! Kan kalau mau pakai pulsa internet kan harus punya pulsa telepon dulu! Ini saja Cuma punya Rp. 24,00! Parah! Aku ingat temanku menjual pulsa, aku beli saja ke dia. Tapi katanya sedang kosong. Tapi ada satu hal yang membuatku lebih lega, pasangan HTSku itu mengajak SMSan saja! Bagus deh, jadi nggak bosen. Sambil menunggu balasan SMS darinya lebih baik aku menciptakan sebuah karya tulis saja! Itulah hobiku! Kalau sedang tidak ada halangan dan memiliki banyak waktu luang serta memiliki mood yang bagus, aku akan menciptakan sebuah karya tulis!
Akhirnya pulsa teleponnya terisi juga! Tapi, aku sedang asyik menulis cerpen. Jadi, telah ku putuskan untuk tidak online pakai handphone dulu malam ini. Tapi sepertinya aku harus online deh! Aku kan mau memasukkan cerpenku ini ke blog! Dan juga ke Facebook untuk dijadikan note! Dan sepertinya peluangku besar! ASYIK! Akhirnya tercapai juga. Thanks God!**

. . .

Diposting oleh Frili di 05.28 0 komentar

Mungkin Benar kata orang hidup ini penuh misteri atau nama kerennya Rahasia Ilahi. Entah apa yang Maha Kuasa inginkan hari ini pada kita anak SBI yang tidak bisa menikmati kesenangannya di waktu Weekend dengan pulang naik kereta.


Setelah Agus gelisah kemarin bak kesedihannya takkan pernah hilang sampai Ia harus balas dendam hari ini.
Pukul 13.00 siang tadi Handphonenya dihidupkan dan Ia pun menelpon seorang teman satu profesinya, yaitu Walid.


"Halllo, adakah nampak kurcaci kecilku." Tanya Agus di awal pembicaraan telepon.
"Aku belum melihatnya. Apa pesanmu untuk mereka?" Tanya Walid.
"Pastikan dagangan karcisku dibeli mereka sebelum mereka naik kereta." Jawab Agus.
"Siap!" Tegas Walid.


Saat bunyi kereta menyeru Kami pun bersiap-siap lari ke peron untuk segera naik kereta perasaan kami, pikiran kami, dan langkah kami terlalu ringan untuk naik kereta kami pun merasa senang ibarat Kucing yang dilempari ribuan ikan.


Tapi kami salah Misteri Ilahi itu datang dan bahkan kami sebut ini Karma yang berlanjut, Sseorang tokoh yang baru kita lihat, security stasiun yang sepertinya ingin menghampirii kita dan Dia bukan Agus tokoh baru yang belum kamu ketahui sifatnya.


Saat dia menghampiri kita Ia bertanya
"mau pulang kemana dik ?"
tapi salah satu dari kami berkata,
"cikampek"
satpam itu bertanya lagi,
"sudah beli karcis ?"
tapi salah satu anak yang bukan dari kami menjawab "SUDAH"
satpam itu pun curiga , , kembalilah ia bertanya,
"mana ? coba lihat !"
kami pun kebingungan tak bisa bicara . . kami bagai patung yang dilanda angin puting beliung !
sepertinya pak Walid sangat bahagia . .
karena ia akan mendapatkan uang bayaran yang sudah pak Agus janjikan kepadanya .
dengan perasaan berbunga-bunga ia berpura-pura marah kepada kami,
jangan naik dulu ! naik kereta yang berikutnya saja !


PRAAANGGG !!!


hancur hati kami !
dengan begitu mudah ia menyuruh kami untuk naik kereta yang berikutnya !
detik demi detik . . menit demi menit . . jam tidak sampai berjam-jam *hahahaa* kami menunggu kereta dengan penuh harap !
tapi ? tapi apa ?
apa dia tidak memiliki perasaan ?
bukan manusiakah dia ?!


KAMI MALU !!
semua mata tertuju pada kami !
dengan perasaan sedih bercampur marah kami pergi dari stasiun karawang !
telah kami putuskan untuk lebih memilih naik angkutan perkotaan . .


TAPI , , Tuhan memang baik !
di angkot , kami tidak dibiarkanNya untuk bersedih . . kami tertawa dengan sangat puas di angkot !
melepaskan semua kemarahan kami . .






THE END

Dear eLectronic note . . Wednesday , November 4th 2009

Diposting oleh Frili di 05.24 0 komentar
Hari ini aku dan kawan* ketinggalan kereta ! Bete bgt deh . .


Tau dari mana ?


Cerita.a gini . . .


Pas itu tu yaa , c Angga , Tanto , Faiz , Kopong , n Dito udh dpet tmpat duduk , tp duduk.a d dket loket tmpat pnjuaLan karcis . .


Nah , , aku tuh bingung mau ngikutin cpa ?


Cz c Dillah n Gany jlan k arah yg brlainan dr mereka . .


Eh ternyata mereka b.2 mau jajan ! ! yaudah aku n Eqi ikutin aja . .


Pas itu c ibu* penjual itu Lg ngmong sesuatu m c Gany n Dillah . .


Trus , trus . . . ? ?


C Gany blang k aku klo kta c ibu* itu kereta yg k cikampek udh lewat ! ! barusan ! !


OMG ! enek bgt deh gue !


Kta.a ch ada lg jm 5 ! !


Udh lah . .


Drpda jlan k dpan Lg . . mles sangat !


Berjam-jam kami menunggu datang.a kereta !


Akhir.a jm 5 jga . .


Trnyata itu krta jawa . .


Enak ch jlan.a cpet . .


Tp kami ga dpet tmpat duduk !


Yg aku liat yg duduk itu cma c Dillah n Tanto aja . .


Yg lain.a ?


Berdiri ! ! Udh mirip pedagang yg mau jualan *kecuaLi saya* ahahhaha !!!

*drama nyata*

Diposting oleh Frili di 05.24 0 komentar
Petugas KA : “Pada mau pulang kemana neng ?”


Kami : (diam tanpa kata) “…”


Frili : “Cikampek.” (agak berbisik)


Petugas KA : “Beli karcis dulu ya! Udah dibuka tuh karcis buat ke Cikampek!” (menyuruh)


Kami : (enggan tak enggan untuk membeli)


Angga : (berjalan menuju loket penjualan karcis) “Beli aja lah yuk..”


Kami selain Angga : (saling toleh menoleh) “Mau pada beli nggak?”


Faiz & Tanto : (mulai berjalan mengikuti Angga)


Gany : (bimbang)


Dillah & Entri : (ingin membeli tapi sayang uang)


Frili : (merasa bebannya semakin berat karena membawa 2 tas)


Eqi : “Udah ih jangan beli! Biasanya juga nggak usah beli.”


Petugas KA : (teriak dari kejauhan) “Pelajar masak nggak mau beli karcis??”


Tanto : “Beli karcis emang berapaan sih?”


Frili : “Dua setengah.”


Tanto : “Ya udah lah.. daripada naik angkot 3000!”


Angga : (datang kembali dengan wajah ceria sambil memegang karcis)


Tanto : “Berapa?”


Angga : “Cuma 1500.”


Kami : “Ngga nitip dong.. Nih duitnya!” (menyuruh Angga, karena malu melewati petugas KA itu)


Angga : “Nggak mau ah! Beli sendiri aja!”


Entri & Dillah : (berjalan menuju loket)


Frili : “Entri aku nitip dong!!”


Entri : “Nggak mau ah! Beli sendiri..”


Eqi : (pasrah) “Nih pake uang aku aja 500nya.” (ke Frili)


Frili : “Berarti aku ngutang ke kamu gope ya?”


Eqi : “Nggak usah ah.. Cuma gope!”


Petugas KA : (sambil memperhatikan bet lokasi sekolah kami) “SMA 1 Karawang naik kereta nggak mau beli karcis!”


Frili : “So what!!” (dalam hati sambil bermuka jengkel)


(ketika membeli karcis)


Faiz & Tanto : “Ayo cepetan itu keretanya mau dateng!”


(ketika kami ingin kembali ke tempat kami duduk-duduk)


Petugas KA : “Nah gitu dong.. Kalau mau naik kereta beli karcis dulu..”


Kami : (terus berjalan tanpa mempedulikan Petugas KA SIALAN itu)





Kami : “Rese banget sih itu orang!”


Faiz : “Nanti sampe rumah langsung ke dukun aja.. Tadi namanya siapa tuh?? Agus yaa?”


Kami : “Hahahahahaa..”


Frili : “Hei kawan! Lain kali kalo mau naik kereta, kita nunggu di sana aja tuh.. Entar kalo keretanya dateng langsung naik okehh?!!”


Kami : “Oke aja deh!!”
































*sebenarnya kata*a masih amat sangat banyak .. tapi tidak dapat diungkapkan melalui drama ini . .*


made by : DesfriLia Ondo Debora T

Sabtu, 17 April 2010

Kunci Rumahku

Tok tok tok..

Pintu itu kuketuk dengan kuat, tapi tak ada jawaban dari dalam rumah. Pandanganku beralih ke pintu belakang rumahku. Hanya berbeda ukuran dengan pintu utama. Pintu yang ini lebih kecil, tapi terkunci juga seperti pintu utama itu. Apakah tak ada orang di dalamnya?
Pertanyaan itu semakin membuatku penasaran. Kuketuk pintu utama dan pintu belakang rumahku untuk yang kedua kalinya, tapi untuk kali ini tenaga yang kukeluarkan jauh lebih besar. Namun pekerjaanku sia-sia, tak ada jawaban. Tapi ada satu hal yang membuatku merasa lumayan senang, kucing belang yang biasa mampir ke rumahku menjawab ‘meong’. Apapun artinya bila diterjemahkan ke dalam bahasa manusia, kucing itu hanya dapat berkata ‘meong’.

“Kamu tahu kemana mami dan Anggi pergi, Alright?” tanyaku pada Alright, kucing belang itu. Aku dan adikku yang memberinya nama ‘Alright’.

“Meeeoooooong...” kali ini suara meongannya terdengar lebih panjang, entah apa artinya.
“Oooh,” singkat jawabku.

Kuambil handphone yang ada di dalam tas ransel hitamku. ‘Jam setengah tiga! Oh my God, gue belum makan siang!’ Teriakku dalam hati. Perutku sudah bernyanyi lagu keroncong sejak pukul 1 siang tadi. Andai saja perutku bisa bernyanyi lagu hip hop, akan kubiarkan mereka bernyanyi sampai malam. Oh, forget it! Aku belum makan siang. Kulihat sisa uang sakuku di dalam dompet, hanya tersisa Rp 2.500,00. ‘Parah banget!’ Akupun teringat bahwa setiap hari sabtu pukul 3 siang, adikku mempunyai kegiatan bimbingan belajar di Gerejaku. Sekilas aku berpikir bahwa aku harus pergi ke Gereja untuk meminta kunci rumahku padanya. Tapi, kulihat bensin motorku. Wow! Hampir kosong! Mau bagaimana lagi? Haruskah aku menunggu disini sendiri sampai pukul 5 sore? NO WAY! Akhirnya kuputuskan untuk menyusul adikku di Gereja.


*

Sesampainya di Gereja, kulihat pemandangan sekitar. Sepi. Dimana adikku? Aku masuk ke dalamnya lalu bertemu dengan seorang bapak yang sudah biasa kutemui di Gereja setiap minggunya.

“Pak, anak-anak kelas 6 yang mau bimbel pada kemana ya? Sudah datang belum?” tanyaku pada si Bapak itu.

“Sudah, tapi mereka sedang di luar. Tunggu saja,” jawabnya padaku, lalu melanjutkan menyapu gedung Gereja.

Aku menunggu di depan teras sendirian. Kemana sih?! Aku mendengus kesal. Tiba-tiba ada suara gitar yang sedang dimainkan oleh seorang anak. Dan kedengarannya, anak itu sedang bersama teman-temannya yang lain. Akupun mencari darimana suara itu berasal. Ketemu, yess! Dengan cepat aku menghampiri adikku, Anggi.

“Mana kunci rumah? Gue belum makan siang tau! Gue bela-belain kesini buat ngambil kunci rumah, padahal bensin motor udah mau habis,” kataku sambil marah-marah.

“Dih, kunci rumah bukan di Anggi. Ada di mami,” jawabnya dengan santai lalu tertawa.

HAHAHA... Aku sudah berusaha datang ke Gereja, berharap mendapatkan kunci rumahku, lalu pulang ke rumah dan masuk ke dalamnya. Ingin marah. Tapi sudah tak ada tenaga yang tersisa. Ingin menangis. Untuk apa?

“Mami kemana? Ke Karawang ada urusan, kan?” tanyaku masih penasaran.

“Udah pulang kaliiii, hahahaha,” sepertinya Anggi tertawa puas dan secara tidak sengaja ia sedang mengejekku.

“Terus? Mami kemana dong?”

“Beli ikan di pasar buat besok arisan!”

Aaagggghhhh! Perutku makin keroncongan, kucoba untuk tetap bersabar. Dan kurelakan untuk menunggu adikku di Gereja hingga ia selesai bimbel. Tapi sampai pukul 15.30 sang guru belum juga tampak batang hidungnya. Padahal bimbel dimulai tepat pukul 15.00.

“Pulang yuk, Nggi..” rayuku pada Anggi agar ia mau pulang bersamaku.

“Nggak mau aah! Tunggu dulu,” rupanya ia menolak tawaranku untuk pulang.

Sepuluh menit kemudian, teman-teman Anggi mulai merasa bosan. Mereka ingin pulang. Ya sudah, akhirnya kami semua pulang, tanpa hasil. Hahaha!

 

*

“Mami udah pulang tuh, pintu depan dibuka,” kataku pada Anggi ketika sampai di depan rumah.

Kamipun masuk ke dalam rumah. Mamiku bingung, mengapa Anggi sudah pulang? Bersamaku pula? Kami pun menjelaskan semuanya. Dan aku bertanya kapan mami tiba di rumah? Ia berkata, pukul 14.50. Waaaaaa! Harusnya gue nggak usah ke Gereja segala! Tetapi, apapun jawaban mamiku, yang penting saat ini aku sudah masuk ke dalam rumahku istanaku, hahaha. Dan dengan segera aku menuju dapur. Apa yang akan kulakukan? Jawab saja sendiri.



THE END

Minggu, 21 Maret 2010

A Special Day! Really?

     “Mi, kuncirin dong,” pinta Frili kepada maminya dengan nada manja pada pukul 05.20.
     “Dikuncir kayak gimana?” tanya sang mami karena bingung dengan rambut Frili yang dapat dikatakan masih pendek.
     “Dibagi dua, terus yang bawah dulu yang dikuncir, terus yang di atas kuncir lagi, terus digabung deh,” jelas Frili sambil mempraktekkan gayanya menguncir rambut seorang diri.
      Sang mami pun mulai menguncir rambut Frili.
     “Ih yang kenceng dong! Ini longgar banget, udah gitu miring ke kiri,” kata Frili kesal.
     “Ini udah bener,” kata mami sambil mencoba meluruskan kepala Frili.
     “Ini kepala kakak, yang tau lurusnya kemana ya kakak lah,” protes Frili karena usaha sang mami untuk meluruskan arah kepalanya gagal.
     “Udah nih,” jawab mami singkat.
     “Rapi nggak?” tanya Frili dengan singkat pula.
     “Iya.”
    Frili pun memperhatikan dirinya di depan cermin, lebih tepatnya memperhatikan hiasan yang ada di rambutnya.
     “Ah, nggak rapi!” sentaknya kecewa.
     Karena Frili merasa kalau ia menguncir rambutnya sendiri akan terlihat lebih baik daripada yang maminya lakukan, maka ia membongkar kunciran itu dan menyusunnya kembali seperti yang maminya lakukan. Hanya saja, hasil kunciran yang Frili buat lumayan lebih rapi dibanding yang maminya buat untukknya.
     “Kan, bagusan kakak yang nguncir, huuuuu!” katanya bahagia sambil membanggakan diri.
Frili berjalan ke dapur untuk memperlihatkan hasil usahanya menguncir rambut seorang diri kepada sang mami.
     “Liat nih, bagusan kakak yang nguncir sendiri. Ya kan? Huuuuu,” Frili pun memperlihatkan rambutnya.
     “Wah, dirombak semua!” kata sang mami kecewa.
     “Apaan? Sama aja deh,” tanya Frili penasaran.
    “Tadi kan kunciran yang diatas warna ungu, yang di bawah warna pink. Sekarang ditukar,” jelas mami sambil tertawa kecil.
     GUBRAK!!
     “Yah, sama aja kali! Nggak ngaruh ini,” jawab Frili.
     “Buang-buang waktu aja dong tadi mami 10 menit buat nguncirin rambut kamu?” tanya mami kecewa. Sebenarnya mami tidak memerlukan jawaban untuk pertanyaan yang satu ini. Karena apapun jawaban Frili, waktu 10 menit itu memang sudah berlalu.
     “Haha, biarin,” jawab Frili santai.

**

     “Ih dikuncir,” sapa Eky pada Frili saat Frili memasuki kelas.
     “Biarin weee,” ledek Frili.
     “Fril, kapan-kapan jalan-jalan lagi yuk! Biasa,” ajak Iie kepada Frili.
     “Ayo-ayo! Eky, lo ikut yaa,” jawab Frili dengan nada ceria, lalu mengajak Eky untuk ikut serta dalam program belanja Frili dan Iie.
     “Ah, dia mah pasti nggak mau,” potong Iie, karena ia tahu kalau Eky hanya akan berdiam diri saja saat mereka berdua asik memilih-milih barang.
     “Tau ah! Lo berdua kemaren juga cuma beli gelang aja lamanya minta ampun!” kata Eky kesal.
     “Ya iya lah,” jawab Frili dan Iie secara bersamaan.

**

     “Ih hari ini belajar? Gue nggak bawa buku!” teriak salah seorang dari teman sekelas Frili.
     “Iya, tadi gue ketemu si Bapak, katanya mau tes silat.”
    “Waaaa!!! Gue belum hapal,” teriak hampir seluruh teman sekelas Frili, sehingga terdengar suara yang bergema.

**

      “Ayo siapa lagi yang mau dites?” tanya guru olahraga Frili kepada murid-muridnya.
      “Kita bertiga yuk, ie, ky!” ajak Frili kepada Iie dan Eky.
     “Ih, belum hapal,” rengeknya karena belum sanggup menerima dirinya untuk dites silat jurus 1 sampai dengan 7.
      “Ayolah, sehapalnya aja,” kata Iie menandakan bahwa ia setuju dengan Frili.

**

     “Dua.. dua.. dua..” hitung sang guru.
     “Koq hitungan dua malah jadi patung?” tanyanya heran karena mereka bertiga tak bergerak sedikitpun. Yang bergerak hanyalah mata mereka yang saling lirik kiri kanan seperti penari Bali untuk mengintip gerakan satu sama lain. Tetapi tak satupun dari mereka yang tahu gerakan apa yang harus dilakukan pada jurus 6 hitungan 2.
     “Aduh, apa ya?” tanta mereka dalam hati, bahkan hampir terdengar suara hati mereka itu oleh sang guru.
    “Udah, punya hutang 2 jurus lagi ya,” kata sang guru karena bosan melihat patung yang belum selesai dipahat itu.
     “Iya, makasih ya, Pak!”

**

      Teringat akan buku-bukunya yang masih berada di dalam locker pribadi, Frili pun segera mengabil kunci lockernya dan segera membuka lockernya lalu mengeluarkan semua buku paket yang berstatus ‘pinjaman sekolah’. Frili membawanya lalu meletakkannya di meja guru, karena lemari kelas berada tepat di belakang meja guru.
      “Nih, Fril, sekalian!” kata teman Frili sambil meletakkan bukunya di meja guru.
      “Iya.”
      “Cie, si Mami mau baca buku,” goda Mutia saat Frili hendak memasukkan bukunya ke lemari kelas. Entah apa yang membuat Frili dipanggil dengan sebutan ‘Mami” di kelasnya.
     “Enggak! Ini mah aku cuma mau masukin buku aja yey, hahaha...” jawab Frili membela diri sekaligus mengejek dirinya sendiri.
     “Sini lah aku bantuin,” Mutia pun membantu Frili membereskan bukunya.
     Saat Frili sedang menyelipkan bukunya di antara buku-buku yang berdempet rapat di lemari,
     BRUUUKKK!!!
    Tumpukan buku dari atas terjatuh sehingga menimpa tangan Frili, jari manis, serta kelingkingnya. AAAWWW!!! Sakit sekali pastinya. Di antara buku-buku yang ada di rak teratas, terdapat banyak buku Geografi yang lumayan tebal untuk dibaca. Frili hanya terdiam dalam kebingungannya. Atau mungkin ia kaget, saat bagian tubuhnya tertimpa buku-buku dan besi lemari?
     Semua murid yang sedang merapikan kelas seakan-akan tertarik oleh sebuah magnet yang sangat kuat karena mendengar suara besi lemari terjatuh.
     “Tuh kan, udah dibilangin nggak kuat!” kata teman-teman Frili.
     “Salahin bapak! Salahin bapak! Salahin bapak!” demo teman-teman Frili karena merasa benar bahwa lemari kelas tersebut tidak mampu untuk menahan buku paket yang banyak dan tebal itu.
Frili yang sadar bahwa tangan, jari manis, serta kelingkingnya mulai terasa sakit akibat tertimpa benda-benda tersebut. Ia mulai menangis. Gaya tangisannya seperti anak kecil yang kesakitan. Lalu teman-temannya segera berusaha menenankan Frili agar tidak menangis lagi. Tetapi apa daya? Sakitnya itu tidak terasa seperti sakit yang tertimpa benda biasa. Frili terus saja menangis. Sampai Dini, temannya, berusaha mengurut Frili, katanya ia sudah terbiasa mengurut mamanya.
     “Sakit banget? Dimananya?” tanya Dini sambil mengurut Frili.
     “Iya, disini,” jawab Frili sambil menunjuk ke arah tubuh yang terasa sakit.
     “Ih, sakit banget tuh pasti!” kata teman-temannya yang melihat kejadian itu.
     “Masih sakit?” tanya Dini sambil terus mengurut tangan Frili.
     “Masih,” jawab Frili sambil terus menangis. Tapi saat ini tangisannya sudah mulai mereda.
     “Ke UKS aja, Fril!” suruh beberapa teman Frili.
     “Nggak mau,” tolak Frili.
     Tetapi akhirnya Iie berhasil mengajak Frili untuk pergi ke UKS untuk mengambil minyak kayu putih. Tapi sangat disayangkan karena barang yang dibutuhkan sedang tidak ada. Terpaksa mereka kembali ke kelas dengan tangan kosong.

**

     “Huuu, centil!” sorak teman Frili yang memperhatikan Frili sedang bercermin menyisir rambutnya.
     “Iya dong! Kan udah sembuh, ahhaha...” jawab Frili ceria.
     “Ayo cepetan pulang! Nyisir mulu!” ajak Eky sambil menarik tangan Frili yang masih terasa sedikit sakit itu.
     “Ih, sakit tau,” kata Frili sambil menarik kembali tangannya.

**

     “Jadi ke Purwakarta?” tanya Frili.
     “Kang Taufiknya aja udah pulang,” kata Angga dengan perasaan penuh kecewa.
     “Mau ke rumah Entri aja?”
     “Entri kan nggak sakit lagi?”
     “Ya nggak apa-apa, main aja,”
     Itulah percakapan mereka selama kurang lebih satu jam. Hanya seorang teman lagi yang sedang mereka tunggu. Fadhilah. Ia sedang berada di toko buku. Mereka semua sudah merasa lelah untuk menunggu kedatangan Fadhilah lebih lama lagi. Setelah lebih dari 1 jam, batang hidungnya pun nampak juga. Sambil melambaikan tangannya layaknya aktris sedang kehujanan fans. Tapi sangat menyedihkan, karena tak satupun dari mereka yang menunggu membalas lambaian tangan Fadhilah. Mungkin karena mereka sudah amat sangat kesal?

**

     Mereka akan pergi ke Purwakarta. Nama grup mereka adalah ‘Student in the Train’. Dan untuk pertama kalinya di semester 2 mereka bepergian menggunakan jasa kereta api. WOW!!

**

     Sesampainya mereka di tempat tujuan, banyak sekali kejadian yang sangat lucu sehingga memberi efek samping yang sangat buruk. Contohnya tertawa terbahak-bahak menyebabkan perut sakit dan lemas, lalu ia jatuh bersujud. Oh, memalukan! But, it’s fun!

**

     “Kapan jalan-jalannya nih? Kan mau foto-foto!” rengek Frili yang sudah tidak sabar untuk berpose di layar kamera.
      “Iya ih,” ucap Eky setuju.
     “Iya, iya!” jawab mereka yang masih berada di dalam rumah saat Frili dan Eky sudah berada di luar jangkauan mata mereka dalam jarak 1 meter.
     “Ayo foto dulu,” ajak Frili kepada teman-temannya.
     “Nanti aja, kalo udah nyampe!” jelas temannya pada Frili.

**

     Di sepanjang perjalanan, murid SMA yang paling rewel adalah Frili. ‘Dimana sih tempatnya?’ ‘Kita mau kemana?’ ‘Kapan nyampenya?’ ‘Ih jauh banget sih!’. Dan masih banyak ocehan-ocehan dan protes-protes Frili dalam perjalanan menuju Situ Buleud.
     Tetapi, sesampainya di tempat tujuan, tetap Frili yang memenangkan kontes ‘Siapa yang terbawel?’. Ia terus berteriak sana sini untuk meminta temannya mengambil gambar dirinya.
     Mereka sangat menikmati keadaan disana.

**

     Ketika cuaca sudah tidak mendukung mereka untuk tetap bersenang-senang disana, mereka memutuskan untuk pulang ke rumah Kang Taufik. Tetapi tetap saja mereka tidak mau menyia-nyiakan momen indah ini untuk bernarsis-ria.

**

     Mereka sudah ‘mati gaya’ tetapi tetap saja menjadikan gaya yang mati itu sebagai objek foto mereka. Mereka pun masuk ke dalam rumah untuk menyantap hidangan yang telah disediakan oleh tuan rumah, yaitu mie instant.
     Setelah selesai makan. Mereka melihat-lihat hasil dari gaya-gaya mereka yang ditangkap oleh kamera digital. Ketika mereka melihat gambar yang lucu, mereka akan tertawa terbahak-bahak. Dan begitu seterusnya berdasarkan apa yang terlihat pada gambar.
     Hari sudah semakin sore, mereka memutuskan untuk pulang ke Cikampek. Mereka berpamitan kepada ibunya Kang Taufik lalu pulang.

**

     Sesampainya di rumah, ia menceritakan segala sesuatu yang terjadi kepada sang mami. Tak lupa untuk memperlihatkan foto-foto yang menakjubkan saat berada di Situ Buleud. Lalu menjelaskan arti dari pose-pose yang mereka buat.

**

     Sesuatu yang telah menjadi hobi Frili akan dilakukannya sambil meng-upload foto. Ia berusaha untuk menyelesaikannya dalam 1 jam. Tapi, tidak akan mungkin apabila ada banyak iklan yang harus ia bintangi saat itu, seperti makan, memasukkan motor ke dalam rumah, dan sebagainya.
     Tetapi karena keinginan kuatnya untuk menyelesaikan tugas dari salah satu hobinya malam ini, ia berhasil membuat sebuat cerpen yang berjudul ‘A Special Day! Really?’ dalam waktu 1 jam 30 menit (murni tanpa gangguan).

Kamis, 11 Februari 2010

Faiz, teman kami yang sedang sakit



                Sepulang sekolah, kami para anggota Student In The Train memutuskan untuk menjenguk salah satu dari teman kami, Faiz. Faiz sedang sakit, dan ini merupakan kesempatan emas kami untuk mengetahui dimanakah rumahnya.
                Kami adalah Student In The Train. Sudah pasti kami akan ke rumah Faiz menggunakan kereta. Tapi kami sampai di stasiun terlalu pagi, terpaksa kami menggunakan angkot.
                Akhirnya kami tiba di depan suatu perumahan dimana tempat Faiz tinggal. Sudah kuduga, letak rumahnya sangat teramat jauh bagiku! Aku bisa dibilang ‘orang yang paling bawel kalau diajak jalan-jalan jauh’. Tapi kami harus ceria, begitupun denganku. Untung saja, kami selalu membawa kamera.
                Kami pun tiba tepat di rumah Faiz. Tapi tak seorangpun dari kami ber-6 yang memanggil ‘Faiz’. Tapi yang memanggil Faiz adalah tetangganya, bisa dibilang tetangganya sih, karena kami tidak tahu tepat siapakah ia.
                Adiknya Faiz, Alma, menyuruh kami masuk. Tapi kami hanya berkata ‘iya’. Lalu Faiz pun keluar dan berkata sesuatu yang sama seperti adiknya, Alma. Kami pun masuk. Ternyata rumahnya sedang dalam keadaan ‘kapal pecah’. Mungkin Faiz malu, sehingga ia segera merapikan rumahnya agar terlihat rapi. Kami yang merasa menjadi tamu merasa tidak enak hati, karena kami membiarkan teman kami yang sedang sakit merapikan rumah sendirian. Kami telah menyuruhnya untuk berhenti, tapi tetap saja ia meneruskan pekerjaannya itu. Beberapa dari kami segera membeli Es Doger karena haus, seingat aku ada 4 orang. Es Doger pun siap disantap. Lalu kami bertanya kepada sang penjual, berapakah harganya. Sang penjual berkata Rp 4.000,00 dengan wajah tidak meyakinkan. Kami pun bingung. Sebenarnya berapakah harga Es Doger tersebut? Rp 4.000,00 untuk harga keseluruhan atau pergelas? Aku pun bertanya kepada Alma, adiknya Faiz. Ia berkata bahwa pergelasnyaRp 1.000,00. Kami pun segera mengelus dada, pertanda aman. Tak lama kemudian Ibunya Faiz pulang dari sekolah tempat ia mengajar. Ia menyuruh kami untuk memesan bakso yang ada di depan rumah. Karena sudah dipesan, ya sudah, dimakan saja, harus dimakan! Setelah kenyang, kami menuju ke sesi pemotretan mendadak. Aku merasa tidak ada yang seru. Karena tidak ada suara yang muncul seperti suara yang terdengar dari laptopku. Kami akhirnya memutuskan untuk pulang.
                Tapi sayangnya, aku dan Fadhilah, temanku, sudah lupa arah pulang. Dan menurut ayah dan ibunya Faiz, lebih baik kami pulang melewati jalan belakang, karena lebih dekat, katanya. Aku dan Fadhilah dibuat tambah pusing oleh mereka. Akhirnya Faiz mengantar kami pulang dengan mengendarai motor.
                Aku ragu kalau Faiz yang mengendarai motor, karena kondisinya bisa dikatakan belum fit. Tapi biarlah, aku hanya ingin cepat sampai di rumah. Di perjalanan pulang, kami hampir saja jatuh ke saluran air kotor, menabrak anak kecil yang sedang bermain, menabrak soang (angsa), menabrak kambing, dan sebagainya yang akan membuatku yang hampir memiliki penyakit jantung ini meninggal di motor.
                Tapi ada setengah dari kemungkinan besar keberuntungan sedang di pihak kami. Kami sampai di depan rumah Fadhilah dengan selamat tanpa ada satu anggota tubuh yang tertinggal. Tapi, satu hal yang membuatku tertawa hingga saat ini adalah saat Fadhilah turun dari motor, dan Faiz tidak kuat untuk menahan motornya! Faiz pun hampir terjatuh! Tentu saja aku juga akan terjatuh! Tapi lagi-lagi kami memang beruntung! Teman kami ini memang sedang dalam tahap pemulihan dari sakit, tapi dia masih dapat menahan motor yang bisa dikatakan memiliki berat lebih berat dari berat badanku. Sungguh sedih kalau saja Faiz terjatuh dari motornya. Kalau aku? Aku bisa berjalan saja menuju rumah. Tapi Faiz? Siapa yang mau mengantar? Apakah ada?

eiittss! Hubungan Tanpa Status?



“Ih sist, ngapain sih HTSan? Langsung aja ngebut!”, kata seorang temanku lewat SMS.
“Lo kira motor ngebut? Apa-apa juga kalau ngebut pasti bakal bahaya. So, ngapain gue ngebut?”, kataku tenang.
“Ah bodo amat! Pokoknya PJ (Pajak Jadian) harus ada!”, katanya mengancam.
“Eiitss! Cuma HTS sist, belum jadian! Apa-apaan tuh PJ?”, kataku membela diri.
***
Hari ini aku sampai di sekolah 25 menit lebih cepat dari 4 hari sebelumnya. Aku sampai sekolah tepat pukul 06.45, dan 4 hari sebelumnya secara berturut-turut aku selalu terlambat, sampai di sekolah pukul 07.10! Wow! Dahsyat! Dan di hari keempat itu, semua anak murid yang terlambat harus dicatat. Untungnya aku baru 1 kali ini dicatat, aman sekali pikirku. Tapi aku kasihan dengan temanku si A, dia sudah 3 kali dicatat karena terlambat. Parah banget! Dan kata guru-guru, orangtua si A akan dipanggil ke sekolah.
Aku masuk ke kelasku dengan senyum yang menyinari wajahku, persis orang sedang kasmaran! Hahahaha... Aku ingin sekali membuat teman-temanku penasaran!
“Hey, kenapa sih senyum-senyum sendiri?”, tanya teman baikku si B.
“Nggak ada apa-apa kok,”, jawabku sambil terus senyum-senyum.
“Ada yang beda loh!”, duga si B.
“Iya deh,”, aku pun menceritakan semua rahasiaku kepada si B.
“Ya ampun! Anak mana sih? Kamu pernah cerita ga?”, tanya si B makin penasaran.
“Cikampek, aku ga pernah cerita kok. Jadi nggak ada yang tahu deh,”, kataku senang.
***
“Guys, sudah pada lihat relationship status gue yang baru belum?”, tanyaku membuat mereka penasaran.
“Siapa sih? Dibikin di profil nggak? Gue add yaa!” kata si C.
“Add aja,” jawabku singkat dan santai.
“Kapan jadian?”, tanya si C.
“HTS! Bukan pacaran!”, bantahku cepat.
“Iya lah. Kapan?”, tanyanya lagi.
“Kemarin,” aku senyum lagi.
“Kok senang sih HTS?”, tanyanya penasaran.
“Emangnya kenapa? Anything wrong?”, tanyaku berpura-pura tidak mengerti.
“Enakan juga langsung pacaran aja,”, jawabnya.
“Mending HTSan. Jadi misterius gitu! Hahaha...”, tawaku bahagia.
***
Sepulang sekolah, teman-teman satu grupku seperti yang menggoda-goda aku yang kasmaran. WHAT? Kasmaran? Aku Cuma berpura-pura saja. Agar mereka berhenti berkata bahwa aku dan temanku itu saling suka. Padahal aku nggak suka! Dan ternyata memang berhasil. Aku amat sangat bahagia!
***
Sesampainya di rumah, OH NO! Aku baru ingat, kalau papiku sedang tidak kerja hari ini, ia ada di rumah, dan itu artinya aku tidak boleh online Facebook ataupun bermain game! Oh tidak! Aku pun pasrah. Online pakai handphone juga bisa kok! Tapi ternyata, pulsaku sedang tidak mendukung! Sebel! Tidur saja lebih baik.
***
Aku pun bangun pukul 17.50, cepat-cepat mandi dan membeli pulsa SMS dan pulsa Internet. Pikirku, pulsa sudah tersedia, bisa buka Facebook dong? Hahaha... Tapi ternyata tidak bisa! Sebel setengah mati deh! Kan kalau mau pakai pulsa internet kan harus punya pulsa telepon dulu! Ini saja Cuma punya Rp. 24,00! Parah! Aku ingat temanku menjual pulsa, aku beli saja ke dia. Tapi katanya sedang kosong. Tapi ada satu hal yang membuatku lebih lega, pasangan HTSku itu mengajak SMSan saja! Bagus deh, jadi nggak bosen. Sambil menunggu balasan SMS darinya lebih baik aku menciptakan sebuah karya tulis saja! Itulah hobiku! Kalau sedang tidak ada halangan dan memiliki banyak waktu luang serta memiliki mood yang bagus, aku akan menciptakan sebuah karya tulis!
Akhirnya pulsa teleponnya terisi juga! Tapi, aku sedang asyik menulis cerpen. Jadi, telah ku putuskan untuk tidak online pakai handphone dulu malam ini. Tapi sepertinya aku harus online deh! Aku kan mau memasukkan cerpenku ini ke blog! Dan juga ke Facebook untuk dijadikan note! Dan sepertinya peluangku besar! ASYIK! Akhirnya tercapai juga. Thanks God!**

. . .


Mungkin Benar kata orang hidup ini penuh misteri atau nama kerennya Rahasia Ilahi. Entah apa yang Maha Kuasa inginkan hari ini pada kita anak SBI yang tidak bisa menikmati kesenangannya di waktu Weekend dengan pulang naik kereta.


Setelah Agus gelisah kemarin bak kesedihannya takkan pernah hilang sampai Ia harus balas dendam hari ini.
Pukul 13.00 siang tadi Handphonenya dihidupkan dan Ia pun menelpon seorang teman satu profesinya, yaitu Walid.


"Halllo, adakah nampak kurcaci kecilku." Tanya Agus di awal pembicaraan telepon.
"Aku belum melihatnya. Apa pesanmu untuk mereka?" Tanya Walid.
"Pastikan dagangan karcisku dibeli mereka sebelum mereka naik kereta." Jawab Agus.
"Siap!" Tegas Walid.


Saat bunyi kereta menyeru Kami pun bersiap-siap lari ke peron untuk segera naik kereta perasaan kami, pikiran kami, dan langkah kami terlalu ringan untuk naik kereta kami pun merasa senang ibarat Kucing yang dilempari ribuan ikan.


Tapi kami salah Misteri Ilahi itu datang dan bahkan kami sebut ini Karma yang berlanjut, Sseorang tokoh yang baru kita lihat, security stasiun yang sepertinya ingin menghampirii kita dan Dia bukan Agus tokoh baru yang belum kamu ketahui sifatnya.


Saat dia menghampiri kita Ia bertanya
"mau pulang kemana dik ?"
tapi salah satu dari kami berkata,
"cikampek"
satpam itu bertanya lagi,
"sudah beli karcis ?"
tapi salah satu anak yang bukan dari kami menjawab "SUDAH"
satpam itu pun curiga , , kembalilah ia bertanya,
"mana ? coba lihat !"
kami pun kebingungan tak bisa bicara . . kami bagai patung yang dilanda angin puting beliung !
sepertinya pak Walid sangat bahagia . .
karena ia akan mendapatkan uang bayaran yang sudah pak Agus janjikan kepadanya .
dengan perasaan berbunga-bunga ia berpura-pura marah kepada kami,
jangan naik dulu ! naik kereta yang berikutnya saja !


PRAAANGGG !!!


hancur hati kami !
dengan begitu mudah ia menyuruh kami untuk naik kereta yang berikutnya !
detik demi detik . . menit demi menit . . jam tidak sampai berjam-jam *hahahaa* kami menunggu kereta dengan penuh harap !
tapi ? tapi apa ?
apa dia tidak memiliki perasaan ?
bukan manusiakah dia ?!


KAMI MALU !!
semua mata tertuju pada kami !
dengan perasaan sedih bercampur marah kami pergi dari stasiun karawang !
telah kami putuskan untuk lebih memilih naik angkutan perkotaan . .


TAPI , , Tuhan memang baik !
di angkot , kami tidak dibiarkanNya untuk bersedih . . kami tertawa dengan sangat puas di angkot !
melepaskan semua kemarahan kami . .






THE END

Dear eLectronic note . . Wednesday , November 4th 2009

Hari ini aku dan kawan* ketinggalan kereta ! Bete bgt deh . .


Tau dari mana ?


Cerita.a gini . . .


Pas itu tu yaa , c Angga , Tanto , Faiz , Kopong , n Dito udh dpet tmpat duduk , tp duduk.a d dket loket tmpat pnjuaLan karcis . .


Nah , , aku tuh bingung mau ngikutin cpa ?


Cz c Dillah n Gany jlan k arah yg brlainan dr mereka . .


Eh ternyata mereka b.2 mau jajan ! ! yaudah aku n Eqi ikutin aja . .


Pas itu c ibu* penjual itu Lg ngmong sesuatu m c Gany n Dillah . .


Trus , trus . . . ? ?


C Gany blang k aku klo kta c ibu* itu kereta yg k cikampek udh lewat ! ! barusan ! !


OMG ! enek bgt deh gue !


Kta.a ch ada lg jm 5 ! !


Udh lah . .


Drpda jlan k dpan Lg . . mles sangat !


Berjam-jam kami menunggu datang.a kereta !


Akhir.a jm 5 jga . .


Trnyata itu krta jawa . .


Enak ch jlan.a cpet . .


Tp kami ga dpet tmpat duduk !


Yg aku liat yg duduk itu cma c Dillah n Tanto aja . .


Yg lain.a ?


Berdiri ! ! Udh mirip pedagang yg mau jualan *kecuaLi saya* ahahhaha !!!

*drama nyata*

Petugas KA : “Pada mau pulang kemana neng ?”


Kami : (diam tanpa kata) “…”


Frili : “Cikampek.” (agak berbisik)


Petugas KA : “Beli karcis dulu ya! Udah dibuka tuh karcis buat ke Cikampek!” (menyuruh)


Kami : (enggan tak enggan untuk membeli)


Angga : (berjalan menuju loket penjualan karcis) “Beli aja lah yuk..”


Kami selain Angga : (saling toleh menoleh) “Mau pada beli nggak?”


Faiz & Tanto : (mulai berjalan mengikuti Angga)


Gany : (bimbang)


Dillah & Entri : (ingin membeli tapi sayang uang)


Frili : (merasa bebannya semakin berat karena membawa 2 tas)


Eqi : “Udah ih jangan beli! Biasanya juga nggak usah beli.”


Petugas KA : (teriak dari kejauhan) “Pelajar masak nggak mau beli karcis??”


Tanto : “Beli karcis emang berapaan sih?”


Frili : “Dua setengah.”


Tanto : “Ya udah lah.. daripada naik angkot 3000!”


Angga : (datang kembali dengan wajah ceria sambil memegang karcis)


Tanto : “Berapa?”


Angga : “Cuma 1500.”


Kami : “Ngga nitip dong.. Nih duitnya!” (menyuruh Angga, karena malu melewati petugas KA itu)


Angga : “Nggak mau ah! Beli sendiri aja!”


Entri & Dillah : (berjalan menuju loket)


Frili : “Entri aku nitip dong!!”


Entri : “Nggak mau ah! Beli sendiri..”


Eqi : (pasrah) “Nih pake uang aku aja 500nya.” (ke Frili)


Frili : “Berarti aku ngutang ke kamu gope ya?”


Eqi : “Nggak usah ah.. Cuma gope!”


Petugas KA : (sambil memperhatikan bet lokasi sekolah kami) “SMA 1 Karawang naik kereta nggak mau beli karcis!”


Frili : “So what!!” (dalam hati sambil bermuka jengkel)


(ketika membeli karcis)


Faiz & Tanto : “Ayo cepetan itu keretanya mau dateng!”


(ketika kami ingin kembali ke tempat kami duduk-duduk)


Petugas KA : “Nah gitu dong.. Kalau mau naik kereta beli karcis dulu..”


Kami : (terus berjalan tanpa mempedulikan Petugas KA SIALAN itu)





Kami : “Rese banget sih itu orang!”


Faiz : “Nanti sampe rumah langsung ke dukun aja.. Tadi namanya siapa tuh?? Agus yaa?”


Kami : “Hahahahahaa..”


Frili : “Hei kawan! Lain kali kalo mau naik kereta, kita nunggu di sana aja tuh.. Entar kalo keretanya dateng langsung naik okehh?!!”


Kami : “Oke aja deh!!”
































*sebenarnya kata*a masih amat sangat banyak .. tapi tidak dapat diungkapkan melalui drama ini . .*


made by : DesfriLia Ondo Debora T
 

My Story Copyright © 2009 Paper Girl is Designed by Ipietoon Sponsored by Online Business Journal